Ide pembentukan super holding BUMN kembali mencuat di publik. Hal ini bermula dari video Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang viral di masyarakat.
Menurut Ahok, seharusnya Kementerian BUMN dibubarkan dan pengelolaan BUMN diganti dengan sistem super holding. Hal ini serupa dengan yang dilakukan Singapura melalui Temasek.
"Kalau bisa Kementerian BUMN dibubarkan. Kita membangun semacam Temasek, semacam Indonesia Incorporation," kata Ahok dalam video yang diunggah di akun Youtube POIN, dikutip Selasa (29/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemikiran Ahok pun direspons oleh Staf Menteri BUMN Arya Sinulingga. Ia menyatakan gagasan ini sejatinya bukan barang baru karena sudah pernah digaungkan oleh mantan menteri BUMN sebelumnya.
"Kementerian melihat bahwa saat ini yang sangat penting ialah bagaimana memastikan antar BUMN itu bisa saling in line (sejalan) artinya supply chain yang ada itu in line," ujar Arya.
Untuk mewujudkan itu, sambungnya, kementerian pun membentuk kluster-kluster atau sub holding. Namun, Arya kembali menggarisbawahi bahwa pembentukan sub holding pun butuh proses dan pengujian.
"Jadi kami uji semua, jangan buru-buru mau super holding, itu ide besar memang, tapi kami lihat dulu apakah ini efektif tidak. Sekarang ini kan masih sendiri-sendiri, jadi masih jauh pemikiran mengenai super holding, masih jauh sekali," katanya.
Bahkan, sambungnya, jangankan membentuk super holding dan sub holding, persoalan rantai pasok saja masih belum optimal antar sesama BUMN.
"Jadi bagaimana mau buat super holding kalau belum jalan dengan baik," imbuhnya.
Lebih lanjut, Arya mengatakan kementerian ingin menguji dulu pembentukan kluster perusahaan berdasarkan sektor usahanya. Misalnya, kluster pertanian, kluster farmasi, dan lainnya.
"Farmasi misalnya, bagaimana kita gabungkan Rumah Sakit (RS) yang tececer-tercecer sekarang, bergabung jadi RS BUMN dan sekarang jaringan RS terbesar di BUMN dengan IHC punya," tuturnya.
Begitu pula hubungannya dengan industri farmasi secara menyeluruh. Misalnya, terkait jaringan penyediaan obat hingga alat kesehatan.
Sebelum ide super holding perusahaan pelat merah kembali ramai dibicarakan, ide ini pertama kali digagas oleh Menteri Negara Pendayagunaan BUMN era pemerintahan Presiden ke-2 Indonesia Soeharto, Tanri Abeng. Pada era 1998, digagas tentang konsep BUMN incorporated dan super holding BUMN.
Teranyar, gagasan ini diteruskan oleh Menteri BUMN era pemerintah Presiden ke-7 Indonesia Joko Widodo (Jokowi) periode pertama, Rini Soemarno. Dalam gagasannya, holding adalah perusahaan induk yang membawahi beberapa perusahaan lain yang berada dalam satu grup perusahaan.
Sementara super holding merupakan gabungan dari holding-holding perusahaan tersebut. Perusahaan induk berperan sebagai pemegang saham dalam beberapa perusahaan anak dengan tujuan agar kinerja perusahaan meningkat dan memungkinkan terciptanya nilai pasar perusahaan.
Lihat juga:Dirjen KKP Artati Widiarti Positif Corona |
Pada 2017, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Rini sudah pernah menyusun peta jalan (road map) BUMN. Salah satu peta jalan berisi rencana pembentukan holding BUMN sektor perbankan dan jasa keuangan, sektor pertambangan, sektor minyak dan gas (migas), sektor perumahan, sektor konstruksi, dan sektor pangan.
Saat ini, sudah ada beberapa holding terbentuk, seperti holding pertambangan hingga migas. Yang teranyar, pemerintah membentuk holding Rumah Sakit (RS) dengan induk Indonesia Healthcare Corporation (IHC) PT Pertamina Bina Medika (Pertamedika), anak usaha Pertamina.
Namun, belakangan Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan bakal menghentikan rencana pembuatan super holding BUMN. Ia menyebut nantinya pemerintah hanya akan membuat sub holding BUMN berisi pengelompokan BUMN.
"Super holding ditiadakan, tapi (menjadi) sub holding BUMN," kata Erick.
Erick menyebut pembuatan klaster tersebut akan mempermudah pengawasan terhadap perusahaan pelat merah yang jumlahnya banyak. Targetnya, pemerintah akan membuat 20 klaster BUMN. Klaster tersebut nantinya akan diawasi oleh dua wakil menteri BUMN.
"Tidak mungkin wamen-wamen saya dengan 142 BUMN memegang masing-masing. Nantinya masing-masing wamen pegang 7 sampai 8 sub holding BUMN," jelasnya.