Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku akan menggandeng operator telekomunikasi seluler untuk mengawasi tawaran pinjaman online (pinjol) melalui pesan singkat (SMS). Sebab, OJK masih menerima keluhan konsumen terkait tawaran pinjol melalui SMS.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta bilang pihaknya telah melarang fintech peer to peer (P2P) lending yang sudah terdaftar menawarkan produk melalui sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan pengguna.
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, untuk semua platform aksesnya sudah dibatasi hanya bisa akses camilan (camera, microphone, and location). Namun, ada beberapa sekarang melakukan penawaran SMS. Kami sedang godok aturan yang baru dan kami sedang koordinasi dengan provider penyelenggara jaringan komunikasi," ujarnya dalam konferensi pers Munas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kamis (30/9).
Ia menuturkan fintech P2P lending yang melanggar terancam dikenakan sanksi. Oleh karena itu, OJK akan melakukan pengawasan yang dilakukan oleh tim patroli siber. Namun, Tris tidak mengungkapkan kapan target kerja sama itu bisa dilangsungkan.
"Kami punya tim patroli siber terkait penawaran P2P lending dan apabila melanggar akan kami kenakan sanksi pembinaan bisa surat teguran, pembekuan sementara, sampai pencabutan izin," jelasnya.
Sanksi tersebut dikenakan pada fintech P2P lending yang terdaftar dan memiliki izin dari OJK. Sedangkan, untuk fintech P2P lending ilegal, ia menegaskan tidak akan segan untuk langsung melakukan pemblokiran.
Sebelumnya, Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi memastikan jika penawaran pinjol melalui SMS adalah praktik dari pelaku fintech P2P lending ilegal, yang tidak terdaftar di OJK. Ia mengakui jika tawaran pinjol melalui SMS semakin marak.
Oknum tersebut memanfaatkan bertambahnya kebutuhan masyarakat pada akses pendanaan akibat pandemi covid-19.
"Bisa dipastikan, tawaran lewat SMS ini adalah dari pelaku fintech ilegal, yang tidak terdaftar di OJK. Jenis tawarannya dengan iming-iming yang menggiurkan dan akhirnya akan merugikan masyarakat," ujarnya dikutip dari keterangan resmi.