Ekonom Senior Faisal Basri menilai terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) di balik revisi Undang-undang Bank Indonesia (BI) yang saat ini sedang digodok.
Ia menilai pemerintah ingin mencengkeram kekuasaan lebih dengan masuknya Kementerian Keuangan ke dalam dewan moneter.
Padahal, kekhawatirannya, jika pemerintah bisa 'mengutak-atik' independensi BI, ke depannya akan ada titipan tugas atau kepentingan pemerintah yang dibebankan ke bank sentral.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masalahnya ada abuse of power, kalau semua di pemerintah nanti kalau BUMN nggak bisa bayar utang lagi, BI disuruh menyalurkan kredit likuiditas ke BUMN," ungkapnya dalam diskusi daring bertajuk 'Revisi UU BI dan Perppu Reformasi Keuangan: Mau Dibawa Ke Mana Independensi Bank Sentral?', Kamis, (1/10).
Seperti diketahui, revisi (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) memunculkan kembali pembentukan dewan moneter. Usulan itu tertuang pada Pasal 7 ayat 3 yang berbunyi penetapan kebijakan moneter dilakukan oleh dewan moneter.
Juga disebutkan dewan moneter yang terdiri dari lima anggota akan dikepalai oleh Menteri Keuangan. Susunannya, yakni menteri keuangan, satu orang menteri yang membidangi perekonomian, gubernur BI, deputi gubernur senior BI, dan ketua dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ekonom Senior Indef Fadhil Hasan menyebut bahwa fungsi BI seperti terkait dengan kebijakan moneter, sistem pembayaran, dan makro prudensial, tidak boleh dibatasi atau diintervensi.
Namun, sayangnya, menurut dia, sejak UU Nomor 2 Tahun 2020 disahkan, BI tidak lagi independen lantaran bank sentral dibebankan menjaga pertumbuhan ekonomi nasional.
BI juga diperbolehkan membeli Surat Utang Negara (SUN) di pasar perdana. "Padahal, itu tidak diperbolehkan dalam UU BI sendiri," katanya.
Fadhil mengaku khawatir. Sebab, kewenangan yang sejatinya diambil karena keadaan extraordinary (luar biasa) dampak covid-19 ingin dipermanenkan oleh pemerintah lewat revisi UU terkait.
"UU Nomor 2 itu sifatnya kan 3 tahun, temporer lah. Tapi dengan ada revisi mau dipermanenkan ketidak-independenan BI ini. Itu yang harus dijaga," tandas Fadhil.