Pemerintah mengklaim usulan pembentukan kembali Dewan Moneter yang tercantum dalam revisi Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Raden Pardede menegaskan pemerintah tidak pernah memiliki rencana pembentukan kembali dewan yang pernah eksis pada masa orde lama dan orde baru itu.
"Memang yang beredar di pasar bahwa ada Dewan Moneter, itu adalah sebetulnya inisiatif dari DPR, dan DPR boleh membuat inisiatif. Tapi, pemerintah tidak ada punya rencana seperti itu membuat Dewan Moneter," ujarnya dalam diskusi bertajuk Arah Kebijakan Pemerintah: Keseimbangan Antara Kesehatan dan Ekonomi, Rabu (23/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip rancangan revisi UU BI, pengaturan mengenai dewan moneter ditetapkan pada Pasal 9A, Pasal 9B, dan Pasal 9C.
Dalam Pasal 9A disebutkan dewan moneter terdiri dari lima anggota. Susunannya, yakni menteri keuangan, satu orang menteri yang membidangi perekonomian, gubernur BI, deputi gubernur senior BI, dan ketua dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Namun, Raden menilai Indonesia membutuhkan reformasi pada sektor keuangan. Dengan demikian, kondisi perekonomian usai pandemi covid-19 nanti bisa cepat kembali kepada kondisi normal sebelumnya melalui pembaharuan pada sejumlah regulasi di sektor keuangan.
"Justru harus dilakukan reformasi sekarang, supaya kita nanti bisa, bahkan kembali ke pertumbuhan bahkan lebih baik dari pertumbuhan semula. Kalau kita terlambat, maka yang terjadi kita akan tertinggal oleh negara saingan kita," tuturnya.
Terlebih, lanjutnya, sektor keuangan tidak lepas dari dampak pandemi covid-19. Ia mencontohkan terjadi peningkatan rasio kredit bermasalah (NPL) pada perbankan maupun perusahaan pembiayaan sebagai dampak sektor riil yang lesu.
Oleh sebab itu, pemerintah menyiapkan jaring pengaman tak hanya pada sektor rill namun juga pada sektor keuangan. Salah satunya melalui restrukturisasi kredit hingga penempatan dana pemerintah di perbankan untuk menjaga likuiditas bank tetap kuat di tengah pandemi.
"Kami lakukan penguatan sana sini atau jaring pengaman sektor keuangan. Kalau kami perkuat pada saat keadaan sudah darurat itu akan membuat kita tertinggal, dan mungkin krisis yang mengena akan membekas sangat dalam sekali dampaknya," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Reza Yamora Siregar mengatakan jika sektor keuangan sangat dinamis. Bahkan, perubahannya kerap kali lebih cepat dari regulasi yang ada.
Berkaca dari krisis 1998 dan 2008, kata dia, regulasi sektor keuangan Indonesia selalu ketinggalan dalam merespon dinamika tersebut, sehingga tidak bisa mengantisipasi perubahannya.
"Dan itu kejadian terus, itu fakta bahwa sektor keuangan, pasar uang akan selalu cepat berubah dan akan lebih cepat dari regulasi yang ada," ucapnya.