Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) mengubah sejumlah ketentuan dalam Undang-undang (UU) Nomor 26 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Perubahan itu tertuang dalam Pasal 111.
Salah satunya, tentang pengecualian PPh terhadap pekerja asing yang tinggal dan menetap di Indonesia. Omnibus Law Cipta Kerja menambahkan Pasal 4 ayat (1a) yang memberikan pengecualian dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) mengenai penghasilan yang menjadi objek pajak terhadap WNA yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN).
WNA yang menjadi SPDN dapat dibebaskan dari pajak penghasilan yang diterima di Indonesia sepanjang ia memenuhi dua persyaratan. Pertama, pekerja yang bersangkutan harus memiliki keahlian tertentu; dan kedua, pembebasan pajak tersebut berlaku selama empat tahun pajak yang dihitung sejak WNA ditetapkan sebagai SPDN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, yang dimaksud penghasilan dalam beleid tersebut adalah penghasilan yang diperoleh dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan di luar Indonesia.
Kendati demikian, pembebasan PPh tersebut tidak berlaku bagi WNA yang memanfaatkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara mitra.
"Atau atau yurisdiksi mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tempat warga negara asing memperoleh penghasilan dari luar Indonesia," jelas aturan tersebut.
Nantinya, kriteria keahlian tertentu yang dimaksud bakal diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang sekaligus bakal mengatur mengenai tata cara pengenaan PPh terhadap WNA
Selain itu, Pasal 111 RUU Cipta Kerja juga menambahkan perincian baru pada Pasal 4 ayat (3) di UU PPh, yakni pada huruf f mengenai dividen dan penghasilan yang dikecualikan dari objek.
Dividen yang dikecualikan dari pajak tersebut terdiri dari tiga jenis. Pertama, dividen dari dalam negeri yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi sepanjang dividen itu diinvestasikan di wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu atau yang diterima oleh badan dalam negeri.
Kedua, dividen dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari BUT di luar negeri yang diterima oleh wajib pajak badan dalam negeri atau orang pribadi sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis di Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Syarat agar dividen dari luar negeri dikecualikan dari objek pajak antara lain dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit harus sebesar 30 persen dari laba setelah pajak. Ketiga, dividen tersebut harus diinvestasikan di Indonesia sebelum Dirjen Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen.
Selain dividen, penghasilan dari luar negeri yang tidak melalui BUT juga dikecualikan dari objek pajak jika diinvestasikan di Indonesia dengan dua syarat. Pertama, penghasilan tersebut berasal dari usaha aktif di luar negeri dan, kedua, bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar negeri.
Jika wajib pajak tidak menginvestasikan penghasilan dari dividen ataupun penghasilan BUT luar negeri setelah pajak dalam jangka waktu tertentu maka dividen dan penghasilan dari BUT luar negeri itu akan menjadi penghasilan pada tahun pajak.
Dengan demikian, pajak atas penghasilan yang telah dibayar di luar negeri merupakan kredit pajak sesuai dengan Pasal 24 UU PPh.
Lebih lanjut, Pasal 111 UU Cipta Kerja juga menambah ketentuan pada Pasal 26 UU PPh, yakni penambahan ayat (1b). Pasal 26 ayat (1b) memuat ketentuan mengenai PPh Pasal 26 atas bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang pada Pasal 26 ayat (1) huruf.
Dalam Pasal 26 ayat (1b), disebutkan bahwa tarif sebesar 20 persen dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang dapat diturunkan melalui peraturan pemerintah (PP).