Rincian Aturan Upah Pekerja dalam Omnibus Law Ciptaker

CNN Indonesia
Selasa, 06 Okt 2020 17:19 WIB
Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) mengubah ketentuan soal pengupahan pekerja yang mendapat penolakan dari buruh. Berikut rinciannya.
Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) mengubah ketentuan soal pengupahan pekerja yang mendapat penolakan dari buruh. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah mengubah sejumlah ketentuan terkait pengupahan dalam Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (5/10).

Sejumlah perubahan dalam pengupahan tersebut meliputi penghapusan ketentuan mengenai upah minimum provinsi atau kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Pengaturan tentang UMK dan upah minimum berdasarkan sektor itu sebelumnya tercantum dalam Pasal 89 dan Pasal 90 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Namun, melalui Pasal 81 poin 26 dan 27 UU Ciptaker, pemerintah menghapuskan ketentuan Pasal 89 dan Pasal 90.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai gantinya, pemerintah memberikan kewajiban bagi gubernur untuk menetapkan upah minimum provinsi dan dapat menetapkan upah minimum
kabupaten/kota dengan syarat tertentu. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 81 poin 25 UU Ciptaker, melalui selipan pasal 88C yang sebelumnya tidak ditemui dalam UU Ketenagakerjaan.

Selanjutnya, masih dalam Pasal 88C pemerintah menyatakan jika syarat UMK tersebut meliputi pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada kabupaten/kota yang bersangkutan. UMK dengan syarat itu harus lebih tinggi dari upah minimum provinsi.

Selain pasal tambahan 88C, pemerintah juga menyelipkan Pasal tambahan yaitu 88A. Pasal baru itu mengatur terkait upah yang ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil. Ketentuan lebih lanjut mengenai upah berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Selanjutnya, pemerintah juga menambahkan Pasal baru, yakni Pasal 90A dan Pasal 90B yang sebelumnya belum ada di UU Ketenagakerjaan. Tambahan dua pasal baru itu tercantum dalam Pasal 81 poin 28 UU Ciptaker.

Untuk diketahui, Pasal 90A menyatakan upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh di.

Kemudian, Pasal 90B mengatur jika ketentuan upah minimum sebagaimana dikecualikan bagi pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Upah pada sektor ini ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh di UMK.

Pemerintah juga mengubah komponen penyusun struktur dan skala upah di perusahaan. Dalam pasal 92 UU Ketenagakerjaan disebutkan jika pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.

Kemudian, pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.

Namun, pemerintah mengubah komponen struktur dan skala upah melalui Pasal 81 poin 30 UU Ciptaker yang mengubah Pasal 92 UU Ketenagakerjaan.

Aturan baru menyatakan struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Selanjutnya, struktur dan skala upah itu digunakan sebagai pedoman pengusaha dalam menetapkan upah. Dengan demikian, pemerintah menghapuskan komponen golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.

Selanjutnya, pemerintah menghapuskan denda bagi pengusaha yang sengaja atau lalai sehingga telat membayar upah. Sebelumnya, Pasal 95 UU Ketenagakerjaan menegaskan jika pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja atau buruh.

Namun, pemerintah meniadakan ayat tersebut melalui Pasal 81 poin 33 UU Ciptaker yang mengubah Pasal 95 UU Ketenagakerjaan.

Pasal baru itu mengatur jika perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi, maka upah dan hak lainnya yang belum diterima oleh pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Pembayaran utang kepada pekerja/buruh itu didahulukan sebelum pembayaran kepada semua kreditur.

Menanggapi penghapusan UMK dan upah minimum berdasarkan sektor, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dengan tegas menolaknya. Menurutnya, UMK tidak perlu menggunakan syarat sebagaimana diatur dalam UU Ciptaker.

"UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya. Jadi tidak benar kalau UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya, karena kalau diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dari upah minimum di Vietnam," ujarnya dalam keterangan resmi.

Selain itu, ia menyatakan jika upah minimum berdasarkan sektor harus tetap ada. Sebagai jalan tengahnya, ia mengusulkan jika penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan upah minimum sektoral dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja.

[Gambas:Video CNN]

"Tidak adil, jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahaan baju atau perusahaan kerupuk. Karena itulah di seluruh dunia ada upah minimum sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara," lanjutnya.

Ia mengusulkan perundingan nilai upah minimum sektoral dilakukan oleh asosiasi per industri dengan serikat pekerja sektoral industri itu pada tingkat nasional. Keputusan penetapan upah minimum sektoral itu hanya berlaku di beberapa daerah dan jenis sektor industri tertentu sesuai kemampuan sektor industri tersebut.

"Jadi tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya, karena itu masih dibutuhkan upah minimum sektoral," tuturnya.

(ulf/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER