Deretan Masalah Tenaga Kerja di RI Sebelum UU Cipta Kerja

CNN Indonesia
Selasa, 06 Okt 2020 16:30 WIB
DPR baru saja mengesahkan UU Ciptaker pada Senin (5/10) kemarin. Aturan itu menimbulkan kontroversi karena banyak pihak tak setuju, khususnya dari kaum buruh.
Aturan itu menimbulkan kontroversi karena banyak pihak tak setuju, khususnya dari kaum buruh.(CNNIndonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Masalah ketenagakerjaan kini tengah menjadi sorotan usai Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja diresmikan. Banyak pihak menilai kebijakan itu menggerus kesejahteraan buruh.

Presiden Konfederan Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan ada sejumlah poin yang mengurangi kesejahteraan buruh dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja. Beberapa poin tersebut, antara lain pengurangan pesangon dari 32 kali menjadi 25 kali, penghapusan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK), dan soal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Serikat pekerja menganggap UU Omnibus Law Cipta Kerja seakan lebih buruk dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, masalah ketenagakerjaan juga menumpuk sebelum UU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan. Dengan kata lain, UU Ketenagakerjaan sebenarnya juga tak sepenuhnya bisa melindungi pekerja.

Sebagai contoh, setiap tahun selalu saja ada perusahaan yang menunggak pembayaran tunjangan hari raya (THR). Salah satu contohnya adalah PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk (JGLE).

Chief Investor Relations & Corporate Affairs Officer Nuzirman Nurdin mengatakan pihaknya belum membayar THR karyawan JungleLand Adventure Theme Park Sentul yang seharusnya dibayarkan Mei 2020 lalu. Hal ini terjadi karena keuangan perusahaan tertekan akibat covid-19.

Selain itu, sebanyak tujuh perusahaan di Sumatera Barat dilaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) wilayah setempat karena belum membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) pekerjanya. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Disnakertrans Sumbar Prita Wardhani.

Menurut Prita, ketujuh perusahaan itu bergerak di bidang perhotelan, rumah sakit, dan alih daya (outsourcing). Setiap perusahaan memiliki sedikitnya 30 pekerja.

Berdasarkan laporan para pekerjanya, ia bilang perusahaan yang dilaporkan beralasan bahwa keuangan perusahaan terdampak pandemi virus corona.

Masalah tunggakan THR tak hanya terjadi tahun ini atau saat pandemi, tapi setiap tahun. Pada 2019 misalnya, Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan ada 251 pengaduan masyarakat terkait pembayaran THR.

Jumlah pengaduan THR pada 2019 turun dibandingkan 2018 yang berjumlah 318 pengaduan. Sementara, pada 2017 jumlah pengaduan tercatat cukup tinggi, yakni 412 pengaduan.

Ini artinya masih ada pengusaha yang abai dengan kewajiban membayar THR. Padahal, pembayaran THR diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamanaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Dalam Pasal 10 disebutkan bagi pengusaha yang terlambat membayar THR keagamaan kepada pekerja/buruh maka akan dikenakan denda sebesar 5 persen dari total THR keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar.

Dalam Pasal 5 dituliskan pengusaha paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Artinya, perusahaan wajib membayar THR kepada karyawan maksimal satu minggu sebelum hari keagamaan.

Bukan hanya soal THR. Beberapa masalah lainnya juga terjadi di sektor ketenagakerjaan.

Misalnya, pembayaran pesangon dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Eks karyawan PT Modern Sevel Indonesia (MSI) sebagai pengelola gerai 7-Eleven di Indonesia sempat menuntut pembayaran pesangon kepada perusahaan.

Proses penuntutan berjalan alot. Prosesnya berjalan sejak 2018 hingga akhir 2019.

Kuasa Hukum eks Karyawan Oktavianus Setiawan mengungkapkan sejak gerai 7-Eleven tutup pada Juli 2017 lalu, perusahaan baru membayar Rp4,5 miliar atau 37,35 persen dari total pesangon. Sementara, total pesangon yang harus dibayar adalah Rp12,06 miliar.

Lalu, masalah ketenagakerjaan juga datang dari karyawan PT Alpen Food Industry (AFI). Diketahui, AFI adalah produsen es krim merek Aice. Mereka terkena isu PHK dan pesangon.

Selanjutnya, masalah pembayaran gaji terkuak dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) atau PT INTI. Perusahaan itu sempat dikabarkan belum membayar gaji karyawan selama 7 bulan terakhir.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga membenarkan kabar tersebut. Namun, Arya mengatakan gaji yang belum dibayarkan itu tidak mengenai seluruh karyawan, melainkan hanya sebagian saja.

Sementara, penunggakan gaji juga dilakukan juga oleh Jungle Land. Perusahaan mengaku belum membayar gaji karyawan JungleLand Adventure Theme Park Sentul untuk periode Februari dan Maret 2020. Hal ini karena operasional JungleLand tutup sejak 20 Maret 2020 di tengah pandemi covid-19.

Dalam Pasal 88 UU 13 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Kemudian, dalam Pasal 90 UU 13 tentang Ketenagakerjaan dituliskan pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat dilakukan penangguhan yang diatur dalam keputusan menteri.

Sementara, aturan pesangon diatur dalam Pasal 156 UU 13 tentang Ketenagakerjaan. Untuk masa kerja 24 tahun atau lebih misalnya, pekerja akan mendapatkan 10 kali upah.

[Gambas:Video CNN]



(aud/age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER