Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manile menilai Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang baru disahkan DPR dan pemerintah justru berpotensi merusak iklim investasi di Indonesia. Hal ini berbanding terbalik dengan harapan pemerintah yang ingin menarik investasi dari berbagai perubahan aturan yang kini tertuang dalam satu beleid tersebut.
Yusuf mengatakan potensi ini muncul karena Omnibus Law Ciptaker mendapat penolakan dari berbagai pihak, mulai dari buruh, akademisi, hingga publik. Maklum, beleid yang bertujuan untuk membuka lebih banyak lapangan kerja dinilai tidak 'ramah' bagi pekerja itu sendiri.
"Buruh justru tidak merasa bahwa aturan in berpihak kepada mereka, ini bisa jadi preseden buruk untuk iklim investasi itu sendiri," ujar Yusuf kepada CNNIndonesia.com, Selasa (6/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, ia melihat Omnibus Law Ciptaker perlahan mulai menjadi perhatian internasional, mulai dari investor global hingga asosiasi-asosiasi buruh dan ekonomi menyeluruh. Bahkan, Bank Dunia pernah memberi perhatian kepada RUU Ciptaker sebelum disahkan.
"Dulu kalangan internasional mungkin belum 'ngeh' dengan UU ini tapi lama kelamaan sudah menyadari dan melihat ada yang ganjil. Bank Dunia juga pernah singgung. Internasional melihat soal cuti misalnya, itu ganjil, ini jadi preseden buruk," katanya.
Atas kondisi ini, Yusuf pun ragu bila UU Ciptaker bisa benar-benar ampuh mengundang aliran investasi ke Indonesia. Sekalipun ada, ia menilai keampuhan mengawal komitmen investasi menjadi realisasi tetap bergantung pada implementasi di lapangan.
Sayangnya, sudah bertahun-tahun fakta di lapangan masih saja berbeda. Misalnya, pelayanan birokrasi dan hal-hal lain terkait investasi masih kerap dikeluhkan.
"Investasi itu tren masih meningkat secara nominal, beberapa sektor masih tumbuh, tapi masalahnya tidak banyak mengalir ke manufaktur yang menyerap banyak tenaga kerja. Ini karena masalah yang beragam, bukan cuma soal ketenagakerjaan, tapi juga ongkos logistik, infrastruktur terbatas, stabilitas politik, dan lainnya, jadi ini perlu dibenahi juga," tuturnya.
Sementara Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mewanti-wanti pemerintah agar mampu mengompensasi pengorbanan pekerja di UU Ciptaker dengan realisasi investasi yang besar. Bila saat ini, target investasi Indonesia sekitar Rp800 triliunan, maka pemerintah harus bisa meningkatkan pertumbuhan investasi 10 persen sampai 20 persen per tahun.
"Berarti itu berkisar Rp1.000 triliun ke depan Sudah ada RUU ini maka perlu imbal balik kepada bangsa dan pastinya harus ada sumbangan penyerapan tenaga kerja, penurunan kemiskinan, dan penurunan pengangguran, serta peningkatan serapan UMKM," ujar Tauhid.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim Omnibus Law Cipta Kerja akan menuntaskan permasalahan regulasi berbelit yang selama ini menjadi penghambat investasi. Dengan demikian, ini menjadi kesempatan untuk pemulihan dan percepatan reformasi ekonomi.