Menteri Keuangan Sri Mulyani memandang roda ekonomi RI terganjal kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun, dia menegaskan pemulihan ekonomi berjalan cukup solid pada kuartal ketiga tahun ini.
"Pemulihan ekonomi Indonesia mulai terjadi, meski ada penurunan di September karena PSBB, tapi ini tak menekan perbaikan di kuartal III yang terpantau cukup solid," ungkap Ani, sapaan akrabnya, saat konferensi pers APBN KiTa edisi September 2020 secara virtual, Senin (19/10).
Ani mengatakan ekonomi agak tertahan pada September karena laju beberapa indikator tidak meningkat. Pertama, indeks manajer pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indikator ekonomi yang menunjukkan volume pesanan barang input, volume produksi (output), ketenagakerjaan, waktu pengiriman dari pemasok, hingga inventori dunia usaha itu justru turun dari kisaran 50 pada Agustus 2020.
Per September, PMI Indonesia berada di kisaran 47,2, padahal negara-negara di dunia justru meningkat.
"Penurunan PMI Indonesia terjadi karena reaktivasi PSBB di September 2020, namun secara rata-rata kuartal III lebih baik dibandingkan kuartal II 2020," jelasnya.
Kedua, penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) alias deflasi sebesar 0,05 persen pada September 2020. Bahkan, deflasi terjadi tiga bulan beruntun sejak Juli.
"Daya beli masyarakat terus tertekan, tapi ini tidak menggerus daya beli masyarakat karena kalau inflasi tinggi pasti daya beli turun," terangnya.
Ketiga, konsumsi masyarakat dan investasi diperkirakan masih negatif. Hal ini juga menjadi dampak dari penerapan PSBB yang membatasi mobilitas masyarakat.
Proyeksinya, konsumsi masyarakat akan berada di kisaran minus 1,5 persen sampai minus 3,0 persen pada kuartal III 2020 atau lebih baik dari minus 5,6 persen pada kuartal II 2020.
Sedangkan pertumbuhan investasi diperkirakan membaik ke kisaran minus 6,4 persen sampai minus 8,5 persen dari sebelumnya 8,6 persen.
Keempat, ekspor dan impor. Bendahara negara melihat ekspor memang sudah menunjukkan perbaikan, namun impor justru kembali turun.
Ani memperkirakan ekspor berada di kisaran minus 8,7 persen sampai minus 13,9 persen dan impor minus 16 persen sampai 26,8 persen pada kuartal III 2020. Sementara, realisasi pada kuartal II kemarin, masing-masing minus 11,7 persen dan minus 17 persen.
Kelima, lifting migas baru mencapai 706,9 ribu barel per hari dan lifting gas 982,9 ribu barel setara minyak per hari. Begitu juga dengan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang mulai naik ke kisaran US$39,88 per barel.
Kendati begitu, Ani menilai pertumbuhan ekonomi kuartal III masih bisa lebih baik daripada kuartal II karena beberapa indikator penopang. Mulai dari pertumbuhan konsumsi pemerintah yang diperkirakan mencapai 9,8 persen sampai 18,8 persen.
"Konsumsi pemerintah di kuartal III diperkirakan tumbuh dua digit mendekati batas atas perkiraan di 18,8 persen. Sebelumnya minus 6,9 persen pada kuartal II," terangnya.
Begitu juga dengan konsumsi listrik yang berada di zona positif 2,1 persen. Menurut Ani, secara bulanan ada peningkatan konsumsi listrik dari sebelumnya minus 0,3 persen pada Agustus 2020, namun kondisinya belum sebaik Juli mencapai 4,8 persen.
"Konsumsi listrik untuk bisnis dan industri menunjukkan peningkatan seiring makin besarnya realisasi dukungan pemerintah. Konsumsi listrik untuk rumah tangga tumbuh stabil, masyarakat masih banyak melakukan kegiatan di rumah seperti WFH dan belajar di rumah," tandasnya.
(uli/bir)