Indef Kritik Klaster Kemudahan Proyek Pemerintah Omnibus Law

CNN Indonesia
Senin, 02 Nov 2020 20:17 WIB
Peneliti Indef Ibra Talattov menilai sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja berisiko membuat proyek strategis nasional menjadi beban pemerintahan berikutnya.
Peneliti Indef Ibra Talattov menilai sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja berisiko membuat proyek strategis nasional menjadi beban pemerintahan berikutnya. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah).
Jakarta, CNN Indonesia --

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengkritik keputusan pemerintah membentuk klaster Kemudahan Proyek Pemerintah dalam Omnibus Law Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

Pasalnya, menurut dia, banyak pasal dalam beleid tersebut yang akan membebani pemerintahan berikutnya. Dalam hal pengadaan lahan untuk proyek strategis nasional (PSN), misalnya, swasta dapat mengambil alih tugas pemerintah jika tidak ada ketersediaan anggaran dari APBN.

"Harga tanah di Indonesia sekitar Rp3,1 juta per meter. Kita bisa bayangkan ketika swasta mau melakukan pembebasan lahan dengan harga itu, pemerintah punya kewajiban untuk menjamin pengadaan tanah. Itu harus perhatikan bagaimana risiko dalam jangka menengah panjang," tutur Abra dalam diskusi virtual yang digelar Indef, Senin (2/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Abra, kebijakan yang muncul dari penerapan kluster Kemudahan Proyek Pemerintah dalam UU Ciptaker juga menggambarkan betapa ambisiusnya pemerintah dalam meloloskan ratusan PSN.

Padahal, jika tak diperhitungkan dengan cermat, proyek-proyek tersebut justru tak punya kontribusi besar ke perekonomian dan sebaliknya malah menghambat pemerintah untuk memberikan stimulus ekonomi melalui APBN.

Pasalnya, menurut Abra, ketika proyek tersebut tidak menghasilkan return yang sesuai dengan perencanaan mau tak mau APBN harus menomboki kekurangan tersebut.

"PSN ini bisa menjadi bom waktu," tutur Abra.

Abra juga mempertanyakan progres serta kontribusi PSN yang telah ditetapkan pemerintah sejak 2016. Sebab, selama ini pemerintah minim mempublikasikan manfaat jangka pendek dari PSN yang telah direalisasikan terhadap perekonomian di daerah.

Di samping itu telah terjadi tiga kali revisi dalam hal PSN, mulai dari Perpes nomor 3 tahun 2016, Perpres nomor 58 tahun 2017 serta Perpres nomor 57 tahun 2018.

"Jadi dalam menentukan PSN pun yang sifatnya jangka menengah pemerintah tiap tahun pun bisa merevisi artinya tidak solid terhadap keputusan yang diambil. Apalagi kita mau memasuki tahun 2024 tentu proyek ini kita tuntut harus selesai karena kalau tidak selesai akan jadi beban pemerintah berikutnya," imbuhnya.

Belum lagi, secara total progres PSN hingga tahun lalu baru terealisasi 39,5 persen. Artinya, dari 233 proyek yang dicanangkan baru 99 yang selesai dikerjakan. Sementara dari sisi investasinya, baru 11,7 persen atau Rp467 triliun yang terealisasi dari total target Rp4.183 triliun.

"Kita bisa bayangkan lima tahun lalu investasinya aja baru 11,7 persen. Apakah mungkin untuk mengejar atau selesaikan dalam empat tahun mendatang di saat ekonomi saat ini sedang sakit kembali baik dari sisi swasta maupun APBN," tandasnya.

[Gambas:Video CNN]



(hrf/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER