Badan Pusat Statistik (BPS) secara resmi mengumumkan bahwa Indonesia masuk ke jurang resesi ekonomi. Setelah mencatatkan kontraksi 5,32 persen pada kuartal II 2020, pada kuartal III ekonomi tetap negatif walaupun mengecil jadi minus 3,49 persen.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani mengaku tak kaget dengan pengumuman resesi yang sejatinya telah diprediksikan sebelumnya.
Meski koreksi masih cukup dalam, namun ia optimis pada kuartal keempat nantinya capaian pertumbuhan akan kian baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:6 Faktor Penyebab Resesi Ekonomi |
Faktor-faktor yang menurutnya dapat mendukung ialah kerja sama (partnership) dagang dengan negara-negara di Asia Pasifik. Selain itu, konsumsi di akhir tahun dan proyeksi peningkatan distribusi stimulus untuk korporasi pun disebutnya berkontribusi dalam pemulihan ke depannya.
Meski demikian, ia meminta pemerintah untuk terus memacu normalisasi ekonomi dan meningkatkan kepercayaan atau confidence konsumsi masyarakat serta menggenjot baik sisi pasokan maupun permintaan.
"Di kuartal IV ini kami harap pemerintah bisa bekerja lebih keras lagi untuk memacu normalisasi ekonomi," katanya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (5/11).
Lebih lanjut, ia memproyeksikan tekanan ekonomi untuk pengusaha masih akan terus berlanjut hingga sepanjang tahun depan di hampir semua sektor.
Pasalnya, sekitar 50 persen pelaku usaha dari berbagai sektor masih akan tertekan sepanjang tahun depan dan angka ini bisa lebih tinggi bila vaksin lebih lambat ditemukan atau didistribusikan.
"Atau terdapat masalah lain pada vaksin sehingga tidak menciptakan perbaikan confidence yang cukup signifikan di masyarakat untuk melakukan ekspansi kegiatan ekonomi," jelasnya.
Khusus untuk beberapa sektor yang paling terpukul seperti penerbangan, pariwisata, dan hotel, ia memperkirakan tekanan masih akan terus berlangsung hingga 2023 atau 2024.
Dia memperkirakan pemulihan ekonomi sepanjang tahun depan akan berlangsung berat apalagi untuk dapat kembali normal seperti sebelum pandemi. Kondisi Indonesia, lanjutnya, sangat berbeda dengan China yang bisa keluar dari krisis dalam satu kuartal.
Lihat juga:Istana Buka Suara soal Resesi Ekonomi RI |
Menurutnya, faktor penopang tidak sama dan kemampuan ekonomi RI pun tidak sekuat China.
Oleh karena itu, katanya, jika Indonesia tidak bekerja keras menciptakan iklim ekonomi yang positif dan terus menstimulasi kegiatan ekonomi masyarakat dan pelaku usaha, kondisi resesi teknikal ini bisa berlangsung lama.
"Cukup sulit bagi Indonesia untuk bisa memacu kinerja dan produktifitas ekonomi nasional selama pandemi masih berlangsung karena kenyataannya peningkatan confidence konsumsi masyarakat tidak bisa diciptakan hanya dengan stimulus konsumsi," terangnya.
Lebih lanjut, Shinta menyatakan bahwa dunia usaha terus mengupayakan segala cara untuk bertahan dan memanfaatkan semua stimulus yang ditawarkan pemerintah.
"Kami mendukung pemerintah Indonesia dalam upaya-upaya mendatangkan investor, memperlancar distribusi stimulus kepada pelaku usaha. Kami harap dengan upaya ini, ekonomi kita bisa bertahan, terus berkembang dan semakin cepat pulih dari krisis," tutupnya.