Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menyatakan kenaikan sektor jasa kesehatan pada kuartal III 2020 justru memberikan sinyal buruk bagi perekonomian dalam negeri. Hal ini tak menggambarkan ekonomi mulai pulih.
Bhima menjelaskan kenaikan sektor jasa kesehatan pada kuartal III 2020 mengartikan bahwa masyarakat masih fokus terhadap kesehatan. Dengan kata lain, mereka masih menahan untuk melakukan aktivitas ekonomi.
"Industri jasa kesehatan naik di atas 10 persen pada kuartal III 2020. Ini bukan indikasi baik. Belanja kesehatan artinya masyarakat belum percaya diri untuk beraktivitas dan fokus pada masalah kesehatan," ungkap Bhima dalam diskusi secara virtual, Kamis (5/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika masyarakat masih enggan untuk melakukan aktivitas ekonomi, misalnya belanja, maka roda perekonomian belum bisa bergerak. Artinya, ekonomi secara keseluruhan akan terus mandek.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor jasa kesehatan tumbuh 15,33 persen. Selain kesehatan, ada enam sektor lainnya yang juga tumbuh positif.
Sektor yang naik itu adalah sektor infokom yang tumbuh 10,61 persen, pertanian tumbuh 2,15 persen, pengadaan air tumbuh 6,04 persen, real estate tumbuh 1,98 persen, jasa pendidikan tumbuh 2,44 persen, dan administrasi pemerintahan tumbuh 1,86 persen.
Namun, mayoritas sektor usaha sebenarnya masih tercatat negatif pada kuartal III 2020. Rinciannya, sektor transportasi dan pergudangan minus 16,7 persen, akomodasi dan makan minum (mamin) minus 11.86 persen, jasa lainnya minus 5,55 persen, jasa perusahaan minus 7,61 persen, serta pengadaan listrik dan gas minus 2,44 persen.
Lalu, industri minus 4,31 persen, perdagangan minus 5,03 persen, konstruksi minus 4,52 persen, pertambangan minus 4,28 persen, dan jasa keuangan minus 0,95 persen.
Lebih lanjut, Bhima juga menyoroti kenaikan belanja pemerintah yang terbilang masih tipis, yakni hanya 9 persen. Kenaikan ini salah satunya ditopang oleh penyaluran dana penanganan pandemi covid-19 atau virus corona.
"Ini artinya serapan belanja pemulihan ekonomi nasional, selain nominal masih kecil, ini harusnya bisa ditingkatkan lagi," tutur Bhima.
Bhima menilai pemerintah perlu merombak penyaluran stimulus dana penanganan pandemi covid-19 secepatnya. Salah satunya dengan menghapus bantuan yang tak mendorong perbaikan sektor usaha, misalnya kartu prakerja, subsidi bunga, dan penempatan dana pemerintah di perbankan.
"Harusnya itu semua dialihkan saja untuk perlindungan sosial dan UMKM," kata Bhima.
Lihat juga:Warga soal Resesi Ekonomi RI: Apaan Tuh? |
Sebagai informasi, ekonomi Indonesia minus 3,49 persen pada kuartal III 2020 secara tahunan. Dengan demikian, Indonesia resmi memasuki jurang resesi.
Dalam ilmu ekonomi, suatu negara disebut resesi jika ekonominya sudah minus dua kuartal berturut-turut. Sebelumnya, Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi negatif sebesar 5,32 persen pada kuartal II 2020.