PT Bio Farma (Persero) mengaku belum berencana menjalin kerja sama uji klinis maupun pengadaan vaksin Pfizer buatan BioNTech, perusahaan farmasi asal Amerika Serikat sampai saat ini, meski vaksin ini diklaim akan efektif melawan virus corona atau covid-19.
Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan rencana ini belum ada lantaran perusahaannya masih fokus menggarap pengadaan vaksin yang sudah terlanjur diuji, yaitu vaksin Merah Putih. Vaksin itu merupakan hasil kerja sama dengan perusahaan farmasi lain, yaitu Sinovac dari China.
Hal ini, sambungnya, sejalan dengan penugasan dari pemerintah. Namun, bila ada arahan lain dari pemerintah, Bio Farma selaku BUMN mengaku siap menjajaki kerja sama dengan Pfizer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami belum ada rencana untuk kerja sama vaksin dengan Pfizer, tapi kalau ada permintaan dari pemerintah tentunya kami akan jajaki," ungkap Honesti kepada CNNIndonesia.com, Selasa (10/11).
Lebih lanjut, Honesti mengatakan ketentuan uji klinis dan pengadaan vaksin saat ini berada di bawah arahan pemerintah melalui Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
"Untuk penentuan jenis vaksin itu kewenangan ada di Menkes, jadi kami tunggu saja permintaan dari Menkes," katanya.
Di sisi lain, ia bilang perusahaan masih terus berusaha mengejar target pengadaan vaksin sesuai penugasan pemerintah. Vaksin yang diharapkan bisa muncul di Indonesia dan didistribusikan mulai akhir tahun ini.
"Sementara ini kami fokus ke proses pengembangan vaksin yang akan dijadikan sebagai program vaksinasi akhir tahun ini dan tahun depan," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir sempat menyatakan tengah menjajaki kerja sama dengan sejumlah produsen vaksin covid-19 selain Sinovac, termasuk Pfizer pada beberapa bulan lalu.
"Kami sejak awal melakukan penjajakan kepada CEPI di mana alhamdulillah kemarin Menteri Kesehatan Terawan dengan UNICEF PBB. Tentu kami melakukan penjajakan dengan pihak-pihak lain, seperti AstraZeneca, Cansino ataupun Pfizer, terus kami jajaki," ungkap Erick.
Penjajakan dilakukan karena estimasi kebutuhan vaksin sebanyak 300 juta dosis vaksin untuk 2021 belum mencukupi untuk seluruh populasi masyarakat Indonesia. Perhitungannya bila satu orang mendapat dua dosis saja, maka target pengadaan 300 juta dosis baru bisa memenuhi kebutuhan 150 juta orang.
Sementara negara-negara lain memesan dosis lebih banyak. Inggris misalnya memesan tiga sampai empat kali lipat dari kebutuhan vaksin mereka.
Sedangkan Jepang dikabarkan memesan sampai 100 persen populasi. "Kalau sampai 70 persen populasi Indonesia bisa terjangkau, kita harapkan pada 2022 atau 2021 nanti, sekitar 30 persen kekurangan vaksin dari total vaksin yang tersedia bisa didapatkan," jelasnya.
Di sisi lain, kabar keefektifan vaksin Pfizer mempengaruhi pergerakan pasar keuangan pada hari ini. Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai kabar soal vaksin Pfizer ini berhasil memberi sentimen positif bagi pemulihan ekonomi di seluruh dunia.
"Ada beberapa berita positif disampaikan, salah satunya efektivitas salah satu vaksin corona Pfizer membawa sentimen positif ke seluruh dunia," ujar Ani, sapaan akrabnya.
(uli/agt)