Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan mendapuk PT Survei Udara Penas (Persero) sebagai induk holding bidang pariwisata. Penas akan membawahi PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Inna Hotels & Resorts, PT Sarinah (Persero), Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), dan Taman Wisata Candi (TWC).
"Kami lagi godok dibentuknya holding pariwisata. Induk holding-nya Penas," ujar Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga dalam Webinar bertajuk Relaksasi dan Optimalisasi Bisnis di Bandara, dikutip dari Antara, Rabu (11/11).
Arya mengatakan Penas dipilih karena mempunyai struktur manajemen dan pegawai yang tidak terlalu besar seperti Garuda Indonesia dan Angkasa Pura. Harapannya, hal ini membuat Penas bisa lebih fokus memimpin holding.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kami tunjuk Garuda atau Angkasa Pura jadi induk holding, itu berat. Dia harus mengurusi holding. Di satu sisi, mereka harus mengurusi operasional dan manajemennya," ucapnya.
Rencana penunjukan Penas sejatinya bukan hal baru. Menteri BUMN periode 2014-2019 Rini Soemarno juga pernah melirik Penas menjadi pimpinan holding, namun prosesnya belum sempat terealisasi hingga akhir kepemimpinannya.
Lantas, bagaimana sepak terjang Penas selama ini?
Penas berdiri pada 1992 sebagai perusahaan yang bergerak di bidang penyedia foto udara, survei geofisika, profil laser dan radar, pemetaan, dan sewa pesawat terbang untuk mendukung perencanaan pembangunan, sistem informasi geografis (GIS), serta teknik rancang bangun survai.
BUMN ini memiliki dua pesawat terbang yang dilengkapi dengan peralatan optik untuk menghasilkan foto vertikal dengan skala 1:5.000 hingga 1:50 ribu. Perusahaan kerap bekerja sama dengan sejumlah lembaga pemerintah termasuk Kementerian Pertahanan, TNI Angkatan Udara, dan sejumlah BUMN.
Dari sisi skala usaha, Penas sebenarnya bukan BUMN besar seperti Garuda Indonesia, Angkasa Pura, dan lainnya. Penas bahkan rajin masuk antrian restrukturisasi keuangan dari PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) karena kerap merugi.
Berdasarkan data Kementerian BUMN, pemerintah pernah 'menyerahkan' Penas ke PPA untuk restrukturisasi karena merugi Rp6 miliar pada 2012. Sayangnya, restrukturisasi itu tidak membuahkan hasil.
Kinerja Penas justru kian memburuk. Total ekuitas perusahaan bahkan tercatat selalu negatif.
Pada 2013 misalnya, kerugian Penas justru bertambah tiga kali lipat lebih menjadi Rp20 miliar. Lalu, naik lagi menjadi Rp22 miliar pada 2014, Rp13 miliar pada 2015, dan Rp19 miliar pada 2016.
Sementara ekuitas perusahaan tercatat minus Rp16 miliar pada 2012, Rp36 miliar pada 2013, Rp69 miliar pada 2014, Rp97 miliar pada 2016, dan Rp115 miliar pada 2016.