Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bank sentral melakukan pelonggaran moneter lewat instrumen kuantitas atau quantitative easing (QE) dengan suntikan dana sebesar Rp672,4 triliun sejak awal tahun hingga 2 November 2020.
Angka ini tercatat naik Rp6 triliun dibandingkan dengan total suntikan pada akhir Oktober 2020 yang sebesar Rp666 triliun.
"Pelonggaran moneter angkanya meningkat menjadi Rp672,4 triliun, ini kurang lebih 4 persen dari produk domestik bruto (PDB)," ungkap Perry dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Kamis (12/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjabarkan pelonggaran moneter lewat quantitative easing sejak Januari hingga April 2020 sebesar Rp419,9 triliun. Dana itu digunakan untuk pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder sebesar Rp166,2 triliun, term repo perbankan Rp160 triliun, FX swap Rp40,8 triliun, dan penurunan giro wajib minimum (GWM) rupiah Rp53 triliun.
Kemudian, pelonggaran moneter lewat quantitative easing selama Mei hingga November 2020 sebesar Rp252,5 triliun. Bila dirinci, penurunan GWM rupiah sebesar Rp102 triliun, tidak mewajibkan tambahan giro bagi yang tidak memenuhi Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) sebesar Rp15,8 triliun, serta term repo perbankan dan FX swap sebesar Rp134,7 triliun.
Sementara, BI juga telah membeli SBN di pasar perdana sebesar Rp322,35 triliun. Hal ini dilakukan melalui mekanisme pasar sebesar Rp69,8 triliun dan secara langsung sebesar Rp252,55 triliun.
"Jumlah ini terhitung sejak kesepakatan bersama dengan Kementerian Keuangan pada 16 April 2020 dan 7 Juli 2020," jelas Perry.
Secara keseluruhan, posisi kepemilikan SBN oleh BI hingga 3 November 2020 tercatat sebesar Rp723,27 triliun. Jumlah ini termasuk pembelian SBN di pasar sekunder untuk menstabilkan pergerakan rupiah sebesar Rp166,2 triliun.