Perjanjian Dagang Terbesar Dunia Bawa Risiko Defisit Bagi RI

CNN Indonesia
Senin, 16 Nov 2020 12:53 WIB
Kemendag mengkaji penandatangan RCEP berisiko menimbulkan defisit neraca perdagangan Indonesia sebesar US$491,46 juta tanpa perbaikan rantai pasok.
Kemendag mengkaji penandatangan RCEP berisiko menimbulkan defisit neraca perdagangan Indonesia sebesar US$491,46 juta tanpa perbaikan rantai pasok. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay).
Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengkaji perjanjian perdagangan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) berisiko menimbulkan defisit perdagangan sebesar US$491,46 juta. Perjanjian dagang terbesar di luar Organisasi Perdagangan Dunia itu (WTO) itu diteken Indonesia pada Minggu (15/11) kemarin.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengungkapkan, dalam kajian yang sama, risiko defisit itu bisa ditekan dengan memaksimalkan rantai pasok (supply chain) dari pemenuhan kebutuhan bahan baku yang kompetitif.

"Sehingga, bahan baku diimpor lalu diekspor maupun manfaatkan impor bahan baku setengah jadi untuk diolah di negara RCEP yang lain," ujar Imam dalam konferensi pers yang digelar secara virtual.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada saat yang sama, Kemendag memperkirakan keikutsertaan Indonesia pada RCEP dapat memberi keuntungan kesejahteraan (welfare gain) sekitar US$1,52 miliar atau Rp21,58 triliun (kurs Rp14.200 per dolar AS).

"Welfare gain ini maksudnya adalah surplus yang didapat konsumen dan produsen dari sebuah transaksi," terang dia.

Menurut Iman, dari sisi konsumen, estimasi walfare gain didapat bila harga yang mampu dibayar konsumen lebih besar dari harga faktual di pasar. Artinya konsumen bisa menabung dananya (savings).

Sementara dari sisi produsen, walfare gain didapat bila harga yang sebetulnya mampu ditawarkan produsen itu ternyata lebih kecil dari harga yang berlaku di pasar.

Berdasarkan kajian Badan Kebijakan Fiskal (BKF), perjanjian tersebut juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,05 persen selama periode 2021 hingga 2023.

"Bila tidak ikut RCEP, maka GDP Indonesia akan mengalami penurunan minus 0,07 persen pada periode 2021-2032," kata dia lagi.

Iman mengingatkan potensi positf dari RCEP itu bisa diraih Indonesia dengan meningkatkan daya saing. Oleh karenanya, perlu sinkronisasi kebijakan di pusat dan daerah.

Sebagai informasi, RCEP merupakan kemitraan ekonomi komprehensif regional Asia yang digagas Indonesia saat  memegang kepemimpinan ASEAN pada 2011. Kerja sama ini bertujuan untuk mengonsolidasikan lima perjanjian perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang sudah dimiliki ASEAN dengan enam mitra dagangnya. 

Perundingannya dinyatakan selesai pada 11 November lalu dengan 15 negara yang menyepakatinya terdiri dari 10 negara ASEAN dan 5 mitra ASEAN yaitu Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.

[Gambas:Video CNN]



(sfr/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER