Kajian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan penyebab mahalnya biaya perawatan pasien covid-19. Hasil kajian sementara mengungkapkan rata-rata klaim biaya perawatan pasien covid-19 mencapai Rp184 juta.
Sementara itu, rentang biaya perawatan pasien covid-19 di kisaran Rp2,4 juta sampai Rp446 juta. Sedangkan, rata-rata lama perawatan pasien covid-19 adalah 15,4 hari.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) sekaligus Ketua Tim Kajian Kemenkes Hasbullah Thabrany menuturkan penyebab tingginya biaya perawatan tersebut adalah biaya ICU dan ventilator. Namun, ia belum bisa menjabarkan persentasenya lantern analisis masih berlangsung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Umumnya, yang mahal itu biaya ICU dan ventilator apalagi ruangan dengan tekanan negatif, itu jadi mahal. Persentasenya belum kami lihat, tapi bisa bayangkan ICU satu hari bisa habiskan Rp15 juta bahkan bisa lebih, itu yang bikin mahal," jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (17/11).
Besarnya biaya, kata dia, juga bergantung pada penyakit bawaan (komorbid) pasien covid-19. Ia menuturkan komorbid paling banyak diderita pasien adalah hipertensi dan diabetes.
Nantinya, hasil kajian final akan menggambarkan perbandingan biaya pasien dengan komorbid dan non komorbid. Tujuan penelitian sendiri adalah menentukan Indonesian Case Base Groups (INA-CBG's) untuk pandemi covid-19.
INA-CBG's adalah tarif dengan sistem paket yang dibayarkan pada setiap pelayanan kesehatan. Sebab, jika covid-19 menjadi endemi maka biaya perawatannya akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Saat ini, biaya perawatan pasien covid-19 ditanggung oleh APBN karena covid-19 merupakan pandemi. Pemerintah sendiri menganggarkan dana kesehatan sebesar Rp87,55 triliun.
"Tujuannya untuk hitung nanti setelah covid-19 menjadi endemi, tidak lagi pandemi, kalau endemi tidak ditanggung APBN tapi BPJS Kesehatan kalau peserta JKN, kalau ditanggung BPJS Kesehatan nanti berapa biayanya," ucapnya.
Ia menjelaskan kajian itu diambil dari data 54 rumah sakit di 9 provinsi. Data diambil dari periode September-Oktober. Targetnya, kajian itu bisa selesai pada bulan depan sehingga Kemenkes bisa menentukan INA-CBG's covid-19 tahun depan.