Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat Herman Muchtar mengatakan tingkat okupansi hotel di kawasan Jawa Barat masih di bawah posisi normal. Berdasarkan data per Desember 2020, rata-rata tingkat okupansi hotel cuma 37,5 persen.
"Masih jauh dari normal. Rata-rata se-Jawa Barat masih 37,5 persen," ucap Herman kepada CNNIndonesia.com, Kamis (3/12).
Herman menyatakan hanya beberapa hotel yang ramai dikunjungi oleh masyarakat. Hal ini khususnya hotel-hotel yang menyediakan fasilitas lengkap untuk kegiatan meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE) atau pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena Desember biasanya pemerintah menghabiskan program dan anggaran yang belum dilaksanakan pada akhir tahun. Hotel-hotel ini bintang 4 dan 5 yang tarifnya sekarang sedang diskon cukup besar," papar Herman.
Ia menargetkan tingkat okupansi hotel di Jawa Barat bisa mencapai 50 persen pada Desember 2020. Angka itu masih di bawah realisasi Desember tahun lalu yang mencapai 60 persen.
Sementara, Herman menyatakan libur akhir tahun belum memberikan efek signifikan terhadap industri perhotelan di tengah pandemi covid-19. Ia bilang banyak masyarakat yang takut untuk keluar rumah di masa pandemi.
Dengan begitu, ia berpendapat jika pemerintah tak memangkas libur akhir tahun sekali pun, maka dampaknya terhadap industri perhotelan tetap sama. Selama covid-19 belum bisa diberantas, maka sulit bagi industri menaikkan tingkat okupansi.
"Kira-kira begitu (masih banyak masyarakat yang takut tertular covid-19)," pungkas Herman.
Sebelumnya, Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani menyatakan pandemi covid-19 telah membuat lebih dari 2.000 hotel tutup dan lebih dari 8.000 restoran tutup. Secara total, lebih dari 10 ribu perusahaan di sektor pariwisata merasakan dampak dari wabah tersebut.
Penutupan itu, kata Hariyadi, membuat perusahaan kehilangan potensi pendapatan. Berdasarkan hitungannya, potensi pendapatan untuk sektor perhotelan yang hilang dari Januari-April 2020 sebesar Rp30 triliun dan restoran Rp40 triliun.
Selain itu, pandemi virus corona juga telah membuat maskapai penerbangan rugi hingga US$812 juta atau Rp11,36 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar Amerika Serikat). Perusahaan juga banyak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawan.
Selain itu, beberapa pekerja kontrak juga terancam tak diperpanjang saat perjanjian kerjanya habis. Dengan demikian, pengangguran akan bertambah.