Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir mengungkap alasan pemerintah Indonesia memilih kandidat vaksin corona asal perusahaan China, Sinovac. Padahal, kandidat vaksin yang dikembangkan negara lain seperti Pfizer dan Moderna sudah diklaim memiliki efektivitas hingga 94 persen.
Menurut Honesti, kecepatan dalam proses uji klinis ketiga menjadi alasan kuat pemerintah memutuskan memilih vaksin Sinovac. Alasan tersebut Honesti sampaikan menyusul kedatangan 1,2 juta dosis vaksin Sinovac yang tiba di tanah air pada Minggu (6/12) lalu.
"Dilihat dari timeline ataupun proses pengembangan calon vaksin, Sinovac termasuk 1 dari 10 kandidat paling cepat yang sudah masuk ke uji klinis tahap ketiga," kata Honesti dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube Kemkominfo TV, Selasa (8/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya alasan kecepatan, Honesti juga menyebut platform pembuatan vaksin Sinovac dari metode pengembangan inaktivasi menjadi alasan penting. Pasalnya, Bio Farma mengklaim punya kompetensi mumpuni atau terbiasa menggunakan metode pembuatan vaksin itu.
"Pembuatan vaksin Sinovac menggunakan platform inactivated vaccine ataupun virus yang dimatikan yang sudah terbukti dari jenis vaksin-vaksin lainnya," jelasnya.
Honesti juga yakin sejauh ini belum ditemukan efek samping serius dalam uji klinis tahap ketiga vaksin Sinovac baik di Bandung dan berbagai negara lainnya, sehingga saat ini pihaknya bersama Badan Pengawas Makanan dan Obat (BPOM) bakal menunggu hasil efikasi atau kemanjuran vaksin Sinovac ini.
"Faktor penentu lainnya yakni sistem mutu yang dimiliki Sinovac dan sudah diakui WHO," kata Honesti.
Lebih lanjut, Honesti menegaskan pemerintah telah menetapkan standar khusus dalam pemilihan vaksin covid-19. Nantinya, kandidat vaksin harus memenuhi beberapa faktor antara lain unsur keamanan, kecepatannya diutamakan yang paling awal, dan harus bisa memenuhi aspek mandiri vaksin.
Kemudian, vaksin tersebut juga harus memiliki unsur keamanan khasiat dan mutu yang dijamin dalam lembaga berwenang dan dapat dibuktikan dari serangkaian pengujian dari praklinis dan uji klinis tahap 1-3.
Sementara itu, terkait efikasi sinovac, BPOM sebelumnya telah menegaskan capaian 50 persen efikasi atau tingkat kemanjuran kandidat vaksin corona sudah cukup sebagai dasar pemberian emergency use authorization (EUA) alias izin darurat penggunaan vaksin di tengah pandemi.
"Untuk mendapat EUA efikasi vaksin hanya cukup 50 persen," kata Kepala BPOM Penny K. Lukito melalui bincang santai yang disiarkan dalam kanal YouTube Sekretariat Presiden kemarin.
Penny menyatakan standar efikasi vaksin pada keadaan normal adalah 70 persen. Kendati demikian, ia menegaskan ambang batas itu bukan keputusan BPOM melainkan sudah menjadi kesepakatan bersama Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang kemudian memudahkan syarat efikasi vaksin untuk dapat masuk ke tahap perizinan edar atau komersialisasi.
Disclaimer: Hingga saat ini, belum diketahui data keamanan dan efikasi (kemanjuran) dari uji klinis tahap ketiga Vaksin Sinovac. Hal ini berbeda dari Pfizer yang telah mengeluarkan data efikasi yaitu 90 persen efektif, dan Moderna dengan klaim tingkat efektifitas hingga 94,5 persen.
Di Indonesia, uji klinis Vaksin Sinovac bekerja sama dengan Bio Farma dan Universitas Padjajaran baru tuntas pada Mei 2021 dan laporan awal pada Januari 2021.