Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan pandemi covid-19 sempat membuat harga minyak jatuh ke titik terendahnya sepanjang sejarah. Bahkan, selama menjabat sebagai menteri, baru pertama kali ia menyaksikan harga sebuah komoditas berada di teritori negatif.
"Seumur saya menjadi menteri atau profesional ekonom, belum pernah kita mengalami negative price. Melonjak sering, volatile iya, tapi negatif baru pertama kali dalam hidup saya," katanya saat membuka acara Tempo bertajuk Pandemi dan Keberlanjutan Reformasi Pajak, beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, sejak awal tahun harga minyak memang mengalami tekanan akibat gangguan terhadap perjanjian OPEC dan sekutunya atau OPEC+. Kondisi tersebut kian memburuk usai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan status pandemi untuk virus corona.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu harga minyak acuan global West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Mei 2020 sempat berada di level -US$37,63 per barel atau anjlok 306 persen pada 21 April lalu. Harga minyak bahkan sempat menyentuh titik terendah sepanjang masa yakni -US$40,32 per barel.
Penurunan harga tersebut disebabkan kelebihan pasokan minyak AS ditambah dengan aktivitas ekonomi dan industri yang terhenti akibat pandemi virus corona. Di sisi lain, kesepakatan untuk memangkas produksi yang dibahas OPEC sepekan sebelumnya ternyata sudah terlambat untuk menghadapi turunnya sepertiga permintaan global.
Dengan harga minyak AS di wilayah negatif, penjual berani membayar pembeli untuk menyerap minyak berjangka. Langkah ini, kala itu, bisa dibilang wajar mengingat biayanya lebih murah dibandingkan harus menutup fasilitas produksi.
Usai anjlok habis-habisan harga minyak pun rebound terutama untuk jenis kontrak WTI pengiriman Juni. Pada 22-23 April harga minyak WTI menguat lebih dari 40 persen. Ada beberapa alasan yang mendasari penguatan harga ini.
Pertama adalah harga minyak yang terlampau murah membuat para spekulan menutup posisi short-nya. Short adalah sejenis transaksi penjualan suatu aset tertentu (dalam hal ini minyak) dengan harapan harga akan jatuh. Ketika harga jatuh spekulan akan membelinya lagi dan selisih antara harga jual dan harga beli ini adalah keuntungan bagi spekulan (trader).
Di sisi lain penguatan harga minyak juga ditengarai oleh potensi kembali berseminya perekonomian ketika negara-negara Eropa mulai melonggarkan pembatasan sosialnya.
Hingga sekarang harga minyak masih mengalami fluktuasi karena prospek perekonomian yang tak menentu, namun tak pernah kembali ke teritori negatif.
Awal pekan ini minyak mentah terkoreksi setelah menyentuh level tertinggi dalam sembilan bulan terakhir pada Jumat pekan lalu.
Awal pekan ini, harga minyak WTI untuk pengiriman Januari 2021 di New York Mercantile Exchange berada di US$45,98 per barel atau turun 0,60 persen dari US$46,26 per barel pekan lalu.
Sedangkan harga minyak Brent untuk pengiriman Februari 2020 di ICE Futures berada di US$49 per barel, turun 0,51 persen dari harga penutupan perdagangan Jumat lalu pada US$49,25 per barel.
(hrf/sfr)