Pertamina Energy Institute memperkirakan konsumsi energi di dalam negeri turun sekitar 16 persen pada tahun ini. Itu terjadi karena pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat di tengah pandemi virus corona atau covid-19.
"PSBB pertama dimulai pada April di Jakarta yang diikuti oleh beberapa kota lainnya berdampak pada penurunan mobilitas. Pada akhirnya ini semua berdampak bagi kebutuhan energi," ungkap Vice President Pertamina Energy Institute Hery Haerudin dalam acara Pertamina Energy Webinar 2020 secara virtual, Selasa (8/12).
Selain itu, menurutnya, penurunan juga dipicu laju pertumbuhan ekonomi pada tahun ini yang tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini, ekonomi diproyeksi minus 2,27 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Itu berbanding terbalik dibanding tahun sebelumnya yang laju perekonomian nasional bisa mencapai kisaran 5 persen per tahun. Kendati begitu, laju ekonomi nasional tetap sejalan dengan negara-negara lain di dunia yang juga mengalami perlambatan.
Hery memperkirakan tren pemulian kebutuhan energi mungkin baru terjadi pada 2022. Untuk 2021 kemungkinan menjadi tahun transisi dari penurunan kebutuhan energi ke peningkatan hingga akhirnya benar-benar pulih di tahun berikutnya lagi.
"Recovery dari kebutuhan energi diasumsikan paling cepat terjadi di 2022," imbuhnya.
Selain menurunkan kebutuhan energi pada tahun ini, Pertamina Energy Institute juga melihat ada potensi penurunan kebutuhan energi jangka panjang sekitar 3 persen. Itu akan terjadi pada beberapa tahun ke depan.
Kendati begitu, kebutuhan energi baru terbarukan diperkirakan akan tetap tinggi seiring dengan pergeseran teknologi dan kecenderungan masyarakat untuk menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan.
"Energi baru terbarukan menjadi energi primer dengan tingkat pertumbuhan paling tinggi dengan porsi mencapai 29 persen di 2050," jelasnya.
Sementara pemanfaatan gas diperkirakan relatif stabil. Sedangkan penggunaan batu bara dan minyak diramal turun karena transisi energi.
"Maka diperlukan EBT paling sedikit 16 persen pada 2030 yang didukung oleh disrupsi energi lainnya seperti EV, biofuel, dan peningkatan pemanfaatan gas," tuturnya.
Sementara Direktur Perencanaan, Strategi, dan Pengembangan Bisnis Pertamina Power Indonesia Ernie D. Ginting mengatakan perusahaan sudah menyusun sejumlah strategi untuk memenuhi potensi kebutuhan energi baru terbarukan pada masa mendatang. Targetnya energi baru terbarukan yang terpasang mencapai 47,65 GW pada 2035.
"Ini artinya akan ada sekitar 37 GW kapasitas tambahan dari posisi saat ini," ujar Ernie dalam kesempatan yang sama.
Ernie bilang rencana ini Pertamina Power Indonesia sudah menyiapkan beberapa strategi. Pertama, mengembangkan energi baru terbarukan dari sektor panas bumi.
Kedua, membangun pembangkit listrik biogas. Ketiga, bersinergi dengan para BUMN dalam pembentukan holding industri baterai listrik.
Secara total, Pertamina mencadangkan investasi mencapai US$18 miliar untuk pengembangan energi baru terbarukan.
"Dana ini tidak hanya internal kas, tapi juga pembiayaan-pembiayaannya nanti kami siapkan," pungkasnya.