Sri Mulyani soal Skor Korupsi RI: Gambaran Tak Layani Rakyat

hrf | CNN Indonesia
Kamis, 10 Des 2020 12:57 WIB
Menkeu Sri Mulyani menilai skor indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia yang rendah tidak menggambarkan pelayanan terhadap rakyat.
Menkeu Sri Mulyani menilai skor indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia yang rendah tidak menggambarkan pelayanan terhadap rakyat. (CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam hal pencegahan korupsi di Indonesia. Pasalnya, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia masih rendah, meski konsisten meningkat tahun ke tahun.

Berdasarkan laporan Transparency International Indonesia (TII), skor IPK RI pada 2019 lalu masih berada di angka 40 dari 100 poin. Sementara, berdasarkan peringkatnya, IPK Indonesia berada di urutan ke-85 dari 180 negara.

"Kita memperoleh skor 40 dari 100 poin, makin tinggi makin baik, makin rendah makin buruk. Kita tidak melewati bahkan di atas 50. Negara-negara sekitar kita seperti Singapura, Brunei di atas 50,"ucapnya dalam Webinar Hari Anti Korupsi Sedunia, Kamis (10/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indonesia juga tak boleh merasa puas meskipun skor 40 yang diperoleh lebih baik dibanding Vietnam dengan skor 37, Thailand dengan skor 36 dan Filipina dengan skor 34.

Sebab jika ditilik lebih jauh, rendahnya IPK tersebut menunjukkan masih belum berhasilnya perbaikan birokrasi yang dilakukan pemerintah.

Ani, panggilan akrabnya, menyebut 39 persen masyarakat merasa lebih mudah mendapatkan layanan jika memiliki kekerabatan dengan pejabat tertentu.

"Ini tidak menggambarkan bahwa kita melayani rakyat apapun latar belakangnya. Ini lah yang merupakan tantangan kita dari sisi kinerja integritas," terang Ani.

Kemudian, masih dalam survei yang sama, 30 persen masyarakat Indonesia mengaku membayar sogokan untuk mendapatkan pelayanan publik.

Ia mengakui memberantas praktik rasuah di birokrasi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Padahal, bahaya laten tersebut bisa menyerang siapa saja.

Terlebih di dalam situasi yang genting dan tak biasa seperti saat ini, di mana negara harus bergerak cepat mengambil keputusan seperti mendesain ulang perekonomian nasional.

Negara, kata Ani, telah menaikkan belanja APBN dari Rp 2.540 triliun menjadi Rp 2.739 triliun. Dari total belanja, negara mengalokasikan sekitar 4,2 persen dari produk domestik bruto (PDB) untuk penanganan covid-19.

Anggaran jumbo itu termasuk untuk pemberian bantuan sosial seperti bantuan langsung tunai, bantuan sembako, bantuan listrik, dan bantuan bagi pelaku usaha kecil.

Untuk mencegah korupsi, Ani memastikan pemerintah sebelumnya telah menjalin kerja sama dan sinergi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Kejaksaan, hingga Kepolisian.

Pemerintah, kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut, juga memperkuat sistem pengendalian internal melalui inspektorat jenderal.

"Namun di sinilah ujian integritas jadi sangat penting. Kita harus mengakui upaya kita masih jauh dari sempurna dan harus jauh ditingkatkan," tandasnya.

[Gambas:Video CNN]



(bir/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER