PT Bio Farma (Persero) menanggapi isu 'bisnis vaksin' untuk memperkuat holding BUMN farmasi yang tengah viral di media sosial. Perusahaan pelat merah memastikan pengadaan vaksin corona tidak semata-mata untuk bisnis komersial para BUMN.
Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengungkapkan pemerintah membentuk holding BUMN farmasi sejatinya memang untuk menjamin ketersediaan produk-produk di bidang farmasi dan alat kesehatan. Pengadaan stok ini tentu akan memberi dampak bagi bisnis holding ke depan.
Begitu juga dengan pengadaan produk-produk terkait penanganan covid-19 oleh para perusahaan pelat merah. Kebetulan, pengadaan produk-produk itu meningkat di tengah pandemi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi tidak ada covid pun, kami sudah melakukan fungsi yang sesuai dengan core business. Memang karena covid kebutuhannya naik dan tentu kami juga melakukan hal-hal terbaik untuk membantu penanganan covid-19," kata Honesti kepada CNNIndonesia.com, Senin (14/12).
Kendati begitu, menurutnya, hal ini tak serta merta membuat para perusahaan negara di holding BUMN farmasi akan melakukan 'bisnis vaksin' yang berkonotasi hanya menguntungkan holding. Sebab, Bio Farma dalam pengadaan vaksin covid-19 ini hanya menjalankan penugasan dari pemerintah.
Hal ini tak membuat perusahaan memperoleh keuntungan tinggi karena pemerintah yang melakukan penetapan jumlah dan harga vaksin yang bisa diadakan oleh Bio Farma dan BUMN farmasi lain.
"Bio Farma untuk vaksin ini kan penugasan dari pemerintah. Kami melakukan pengadaan untuk mendapatkan akses supply vaksin. Untuk jenis vaksin, jumlah harga ditetapkan oleh pemerintah," jelasnya.
Begitu juga dengan skema dan kuota vaksin gratis dan mandiri. Semuanya ditetapkan oleh pemerintah.
"Sebagai BUMN, kami akan mendukung program pemerintah. Swasta juga dilibatkan," imbuhnya.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga turut memastikan tidak ada 'bisnis vaksin' yang semata-mata dilakukan secara komersial dan demi keuntungan para perusahaan pelat merah. Begitu juga 'bisnis' pada holding BUMN farmasi.
"Yang pasti konteksnya bukan bisnis, bukan bisnis yang seperti yang diperkirakan orang, Kami kan ditugaskan dalam pengadaan. Jadi bukan dalam konteks bisnis, kalau bisnis kan dia memang komersial. Ini kan tujuan vaksin itu bukan untuk komersial. Jadi ini masalah persepsi yang dilakukan," kata Arya.
Arya turut memastikan bahwa pengaturan harga vaksin covid-19 nanti sepenuhnya akan diatur oleh pemerintah. Dengan begitu, tidak ada kewenangan bagi masing-masing perusahaan negara untuk menentukan harga vaksin.
"Harga vaksin itu berhubungan dengan pemerintah, jadi itu ada beberapa lembaga yang mengambil keputusan soal harga vaksin," ujarnya.
Sebelumnya, isu 'bisnis vaksin' viral karena unggahan Instagram @forumhumasbumn bertajuk 'Bisnis Vaksin Corona Bakal Semakin Menyehatkan Holding BUMN Farmasi'. Dalam unggahan yang kemudian dihapus itu dinyatakan bahwa penguasaan pasar holding BUMN farmasi akan semakin kuat di industri farmasi nasional.
Hal ini karena mendapat sokongan dari bisnis seputar penanganan pandemi virus corona atau covid-19, di mana holding BUMN terlibat dalam pengadaan vaksin dan keperluan vaksinasi.
"Bisnis seputar penanganan virus corona (covid-19) seperti alat rapid test, masker medis hingga pengadaan vaksin turut mendukung proyeksi tersebut," tulis unggahan Forum Humas BUMN sebelum dihapus.
Tak hanya itu, PT Indofarma (Persero) Tbk rencananya juga akan memasok jarum suntik untuk mendukung program vaksinasi. Emiten berkode INAF itu merupakan salah satu bagian dari holding BUMN farmasi.
Para anggota holding BUMN farmasi akan bekerja sama terkait pengadaan vaksin dengan beberapa pihak. Bio Farma akan melakukan pengadaan vaksin dengan Sinovac, Indofarma dengan Novavax, dan PT Kimia Farma (Persero) Tbk dengan G-42.