Staf Khusus sekaligus Juru Bicara Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Prabu Revolusi menyebut data estimasi kerugian sektor pariwisata di Bali yang dinyatakan oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) masih perkiraan.
Pasalnya, ia menyebut data tersebut hanya estimasi salah satu online travel agent (OTA) dengan kondisi kebijakan wajib swab antigen berlaku untuk H-2. Sedangkan sekarang kebijakan telah berubah, hasil swab kini boleh digunakan hingga H-7.
"Kebijakan baru dimulai besok (19/12), datanya belum ada, itu estimasi oleh salah satu online travel agent. Estimasi itu juga dibuat ketika kebijakan swab H-2, sekarang kebijakan sudah berubah jadi H-7 jadi sudah ada perkembangan," katanya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (18/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut tim Kemenparekraf sendiri langsung terbang ke Bali untuk memastikan keadaan di lapangan. Dari pantauannya, ia bilang banyak pelaku usaha yang telah mengeluarkan kebijakan akomodatif, misalnya dengan memberikan fleksibilitas bagi wisatawan yang telah membayar.
Mereka diperbolehkan mengganti jadwal menginap hingga April 2021 mendatang.
Selain untuk mengukur dampak secara real di lapangan, tinjauan juga dibuat untuk memformulasikan kebijakan yang tepat untuk membantu pelaku pariwisata di Pulau Dewata.
Seperti program hibah yang telah digelontorkan sebesar Rp3,3 triliun lalu, ia menyebut program serupa juga tengah diformulasikan untuk menjawab kebutuhan di sektor pariwisata.
Selain itu, ia menjelaskan Kemenparekraf juga telah melakukan sertifikasi protokol kesehatan berbasis CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environment Sustainability) kepada 1.000 pelaku usaha pariwisata. Tujuannya, agar pelaku usaha wisata memahami dan mampu mengadopsi protokol kesehatan covid-19.
"Prinsipnya Kemenparekraf memantau, mendampingi pelaku usaha wisata dalam merespons kebijakan dari Pemprov Bali ini," jelas dia.
Prabu menambahkan bahwa kebijakan dikeluarkan dengan pertimbangan untuk melindungi warga Bali. Pasalnya, data menunjukkan terjadi pemesanan hotel dan tiket pesawat dalam jumlah besar ke Bali.
Dikhawatirkan jika tidak dilakukan pengetatan, akan terjadi kluster baru di Bali akibat liburan Natal dan Tahun Baru mendatang.
Oleh karena itu, sesuai arahan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, pemda pun diarahkan untuk mengeluarkan kebijakan pengetatan.
"Sehingga, muncul kebijakan swab untuk memastikan wisatawan yang datang ke Bali tidak menjadi carrier di Bali. Di 2 pekan nanti di Nataru wisatawan domestik akan cukup tinggi jumlahnya, itu jadi dasar pemikiran pertama kenapa swab muncul," jelas dia.
Untuk diketahui, sebelumnya PHRI mengungkapkan jumlah transaksi pengembalian (refund) tiket wisatawan yang hendak berkunjung ke Bali mencapai Rp317 miliar.
Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani mengatakan refund tiket besar-besaran itu dampak dari kewajiban tes usap (swab) polymerase chain reaction (PCR) bagi wisatawan yang akan berkunjung ke Bali lewat jalur udara. Sementara, wisatawan yang melakukan perjalanan darat ke Bali wajib melakukan tes rapid antigen.