Kasus yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ikut berdampak pada nasib agen penjual polis. Tercatat, sekitar 9.200 orang agen penjual diberhentikan dari pekerjaan mereka sejak perusahaan mengalami gagal bayar pada Oktober 2018 lalu.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Forum Komunikasi Pekerja Agen Asuransi Jiwasraya (FKPAAJ) Latin menjelaskan mulanya agen Jiwasraya berjumlah kurang lebih 10 ribu orang di seluruh Indonesia. Namun, saat ini yang masih aktif hanya sekitar 800 orang.
"Jumlah agen kira-kira 10 ribu orang teman-teman kami di seluruh Indonesia. Sekarang prediksinya 800 yang aktif sampai sekarang," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (21/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan agen Jiwasraya merupakan pekerja kontrak yang masa kerjanya diperpanjang setiap tahun. Namun, sejak perseroan mengumumkan gagal bayar pada Oktober 2018 lalu, target capaian polis dan premi para agen justru ditambah sekitar 30 persen-45 persen dari biasanya.
Di sisi lain, Jiwasraya mengurangi sejumlah produk yang dinilai menarik nasabah hingga menyisakan 2 produk saja, yakni jenis unit link. Latin mengungkapkan kondisi tersebut menyulitkan para agen ketika menjual kepada nasabah, sehingga dampaknya mayoritas agen tidak mencapai target.
"Agen yang tidak capai target dia bisanya dikasih peringatan, kemudian 2-3 kali peringatan lalu dikeluarkan sebagai agen," ucapnya.
Selain faktor internal tersebut, Latin memaparkan sejumlah faktor eksternal turut menyulitkan agen mencapai target penjualan. Pertama, kasus Jiwasraya membuat kepercayaan nasabah berkurang kepada perseroan, sehingga agen kesulitan menjual produk Jiwasraya.
Menurutnya, kondisi tidak hanya terjadi pada produk Jiwasraya, tetapi agen penjual asuransi jiwa lainnya juga mengeluhkan hal yang sama. Kedua, dampak pandemi covid-19 kepada perekonomian masyarakat membuat calon nasabah mempertimbangkan ulang keikutsertaan pada asuransi jiwa.
Pasalnya, mereka cenderung menahan pengeluaran pada kebutuhan non primer.
"Dengan penghapusan produk dan restrukturisasi ini, ditambah lagi pandemi, ditambah lagi turunnya trust (kepercayaan) ke Jiwasraya kami kesulitan untuk jualan lagi," tuturnya.
Belum lagi, perseroan menghapuskan kebijakan pensiun para agen. Imbasnya, agen Jiwasraya yang masih aktif pun tidak memiliki jaminan hari tua.
"Kalau dari kami, sebenarnya pensiun itu tidak memberikan beban operasional perusahaan, karena itu sumbernya dari premi pendapatan berapa persen disisihkan dari royalti untuk pensiun pekerja agen. Pertanyaan, kami kenapa itu dihentikan pasca gagal bayar? Otomatis kami semua tidak punya pensiunan," katanya.
Imbasnya, mayoritas agen Jiwasraya banting setir untuk bertahan hidup. Ia menuturkan sebagian agen Jiwasraya beralih profesi sebagai wiraswasta, bekerja untuk perusahaan asuransi jiwa lainnya, bahkan sebagian menjadi pengemudi ojek atau taksi online.
Latin sendiri juga baru dihentikan sebagai agen Jiwasraya pada 15 Desember 2020. Pasalnya, dia tidak mencapai target 2 nasabah pada November 2020 lalu.
"Teman-teman kami yang dihentikan cari usaha lain, pandemi ini kami sulit juga cari pekerjaan baru," tuturnya.
Seperti diketahui, perusahaan asuransi tertua di Indonesia itu tengah terjerat kasus gagal bayar. Gagal bayar Jiwasraya mulai tercium oleh publik pada Oktober-November 2018. Perseroan mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah saving plan sebesar Rp802 miliar.
Dalam perkembangannya, kasus Jiwasraya merambah ranah hukum lantaran berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung mendakwa enam terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya dengan total kerugian negara Rp16,8 triliun.