Menteri Keuangan Sri Mulyani mencatat realisasi sejumlah indikator makro ekonomi Indonesia meleset dari asumsi awal yang tertuang di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.
Ani, sapaan akrabnya mencatat realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran minus 3,49 persen pada kuartal III 2020. Proyeksinya, ekonomi tahun ini melaju di kisaran minus 1,7 persen sampai minus 2,2 persen.
Realisasi indikator makro lain yang juga meleset dari asumsi adalah inflasi. Saat ini, inflasi secara tahun berjalan sebesar 1,23 persen dan secara tahunan 1,59 persen. Sementara, asumsi awal inflasi tahun ini adalah 3,1 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun inflasi meneruskan tren peningkatan, didorong kenaikan harga pangan karena stok berkurang dan mulai naiknya permintaan," kata Ani, sapaan akrabnya, saat konferensi pers virtual APBN KiTA edisi Desember 2020, Senin (21/12).
Begitu juga dengan nilai tukar rupiah dan suku bunga SPN tiga bulan, masing-masing Rp14.588 per dolar AS dan 3,21 persen secara tahun berjalan per November 2020. Padahal, asumsinya Rp14.400 per dolar AS dan 5,4 persen.
Menurut catatannya, mata uang Garuda masih terdepresiasi 1,85 persen secara tahunan. Sementara suku bunga SPN tiga bulan yang terakhir diterbitkan bahkan cuma 2,99 persen.
Estimasi harga minyak mentah Indonesia (ICP) juga meleset karena realisasinya berada di kisaran US$39,78 per barel secara tahunan dari Januari-November 2020. Padahal, asumsi APBN, ICP menembus US$63 per barel.
"Pergerakan ICP dipengaruhi oleh sentimen positif dari riset vaksin dan kebijakan OPEC+ yang mengatur produksi hingga kuartal I 2021 di tengah masih meningkatkan kasus covid-19 global," ucapnya.
Terakhir, lifting minyak dan gas sama-sama belum capai target. Tercatat, realisasi lifiting minyak baru mencapai 704,5 ribu barel per hari dari target 755 ribu barel per hari.
Sedangkan lifting gas cuma 981,3 ribu barel per hari setara minyak. Sementara, asumsinya mencapai 1,19 juta barel per hari.