Gubernur Bank Indoneesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan sejumlah jurus yang akan diluncurkan oleh bank sentral nasional dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional pada 2021. Pihaknya menargetkan dengan jurus itu ekonomi bisa tumbuh di kisaran 4,8 persen sampai 5,8 persen pada tahun depan.
"Ada lima kebijakan pokok BI yang akan ditempuh di 2021, ini melanjutkan apa yang sudah dilakukan pada 2020," ungkap Perry dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2021 secara virtual, Selasa (22/12).
Pertama, melanjutkan stimulus kebijakan moneter melalui tingkat suku bunga acuan yang rendah. Perry mengklaim tingkat suku bunga acuan BI saat ini sudah mencapai titik terendah dalam sejarah, yaitu 3,75 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"BI akan terus menempuh kebijakan suku bunga rendah dan likuiditas longgar sampai ada tanda-tanda inflasi meningkat," katanya.
Saat ini, inflasi berada di kisaran 1,59 persen secara tahunan per November 2020. Bank sentral nasional memperkirakan inflasi akan berada di bawah target 3 persen plus minus 1 persen pada 2020.
Stimulus moneter, sambungnya, juga diberikan dalam bentuk suntikan likuiditas ke pasar keuangan. BI mencatat telah memberikan quantitative easing mencapai Rp694,9 triliun atau setara 44,9 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
"Dan sekarang masih berputar di perbankan," imbuhnya.
Selain itu, BI juga akan meneruskan penjagaan terhadap stabilitas nilai tukar rupiah. Saat ini, rupiah berada di kisaran Rp14.100 per dolar AS atau sudah menguat dari kisaran awal saat pandemi merebak di mana rupiah nyaris Rp15 ribu per dolar AS.
Kedua, meneruskan kebijakan makroprudensial yang akomodatif, khususnya dalam mendukung pertumbuhan kredit dan pembiayaan di sektor riil.
Ketiga, melanjutkan sinergi dengan Kementerian Keuangan dalam pemenuhan pembiayaan APBN. Saat ini, BI tercatat sudah menuntaskan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp473,42 triliun per 15 Desember 2020.
Sesuai kesepakatan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, BI akan meneruskan kerja sama pembelian surat utang di pasar sekunder pada tahun depan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Surat Keputusan Bersama (SKB) I yang diterbitkan pada 16 April 2020.
Sementara pembelian surat utang di pasar perdana atau pembelian langsung dalam rangka berbagi beban (burden sharing) dari BI tidak dilakukan lagi pada tahun depan. Hal ini sesuai dengan ketentuan di SKB II per 7 Juli 2020.
Keempat, mengupayakan pendalaman pasar keuangan untuk pemenuhan pembiayaan ekonomi jangka panjang. Kelima, bank sentral akan terus mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan sistem pembayaran, uang elektronik, dan lainnya.
"Kami juga dalam proses sambungkan layanan digital fintech dan interlink yang konsumen bisa pilih. Kami bangun fast payment yang cepat selesaikan transaksi ritel dan UMKM," tuturnya.
Lebih lanjut, BI memandang optimis peluang Indonesia menggapai pertumbuhan ekonomi 4,8 persen sampai 5,8 persen karena beberapa faktor. Salah satunya, vaksinasi virus corona atau covid-19 secara gratis dari pemerintah pada tahun depan.
"Vaksinasi prasyarat pemulihan ekonomi. Dengan vaksinasi, sektor-sektor akan bisa dibuka secara bertahap dan bisa melakukan produksi dan investasi lebih baik," terangnya.
Selain itu, Indonesia juga akan mendapat keuntungan dari pertumbuhan ekspor yang meningkat karena pertumbuhan global membaik ke kisaran 5 persen pada 2021. Sementara ekonomi China diramal menyentuh 7,8 persen dan AS 4,3 persen.
Di sisi lain, Perry turut mengungkap target-target lain, yaitu inflasi 3 persen plus minus 1 persen pada 2021. Defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) 1 persen hingga 2 persen dari PDB. Pertumbuhan kredit bank diperkirakan tumbuh 7 persen sampai 9 persen.
(uli/agt)