Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pemerintah daerah (pemda) mengendapkan dana sebesar Rp218,6 triliun di perbankan per November 2020. Jumlahnya turun Rp28,8 triliun atau 11,66 persen dari Oktober 2020 yang sebesar Rp238,8 triliun.
"Sampai November 2020 lalu pemda masih memiliki dana di perbankan Rp218,6 triliun. Sebuah angka luar biasa besar," ucap Sri Mulyani Konferensi Pers: Realisasi Pelaksanaan APBN TA 2020, Rabu (6/1).
Sri Mulyani menyatakan realisasi ini membuktikan sebagian pemda masih belum bisa mengeksekusi belanja. Hal ini khususnya yang terkait dengan penanganan covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Mulyani mencatat realisasi belanja daerah di sektor kesehatan hingga November 2020 sebesar Rp13,64 triliun atau 59,3 persen dari target. Lalu, belanja jaring pengaman sosial hanya Rp14,79 triliun atau 66,9 persen dari target dan dukungan ekonomi Rp2,91 triliun atau 43 persen dari target.
"Realisasi belanja penanganan covid-19 pada 344 daerah masih relatif rendah karena pelaksanaan di daerah mengalami beberapa kendala," ucap Sri Mulyani.
Beberapa kendala tersebut, antara lain sulitnya komunikasi dan koordinasi antar satu sama lain dan waktu pelaksanaan tender relatif sempit. Untuk itu, pemerintah pusat meminta pemerintah daerah untuk melakukan komunikasi dan koordinasi yang lebih intensif dengan seluruh pihak agar target kegiatan dapat terealisasi.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut ada pengusaha tertentu di balik uang mengendap pemerintah daerah di perbankan. Dana itu berasal dari APBN dan APBD yang disimpan dalam bentuk deposito hingga senilai Rp252,78 triliun.
Tito merinci total dana pemerintah provinsi (pemprov) yang disimpan di perbankan sebesar Rp76 triliun. Sementara, dana pemerintah kabupaten/kota mencapai Rp167 triliun.
Ia mensinyalir bunga dari hasil simpanan di deposito itu tidak mengalir ke masyarakat. Menurut Tito, bunga hasil deposito itu justru dirasakan oleh pengusaha.
"Ini disimpan tapi bunga tidak beredar ke masyarakat, diedar ke bank. Itu terafiliasi dengan pengusaha-pengusaha tertentu. Saya tidak mengerti apa ada pengusaha menengah kecil yang diberikan prioritas," pungkas Tito.