Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memperkirakan anomali cuaca yang melanda dunia, termasuk di Indonesia akan berlangsung selama 2 tahun.
Ia memperkirakan masalah itu tak hanya berdampak pada penurunan jumlah produksi pangan dari petani, namun juga peningkatan harga komoditas pangan.
Maklum, sesuai hukum ekonomi, ketika produksi menurun tapi permintaan tetap tinggi, otomatis harga naik. Ia menambahkan salah satu contoh dari imbas anomali cuaca sudah bisa dilihat dari kenaikan harga kedelai yang memicu peningkatan harga tahu dan tempe akhir-akhir ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Saham Adhi Karya Kena Suspensi BEI |
Selain oleh faktor anomali cuaca, ia mengatakan harga kedelai melejit karena pasokan produksi dalam negeri kurang. Pasokan kedelai hingga saat ini masih mengandalkan impor, terutama dari negara-negara Benua Amerika seperti Amerika Serikat (AS) dan Argentina.
Syahrul menuturkan petani dalam negeri masih enggan menanam kedelai. Itu selain dipicu harga jual yang lebih murah juga diakibatkan perawatannya yang sulit karena kedelai digandrungi oleh hama.
"Kita menghadapi ini (anomali cuaca) cukup panjang. Estimasi kami sampai 2 tahun kondisi anomali ini, naik turun masih akan kita hadapi," jelas Syahrul pada Kamis (7/1).
Tak hanya kedelai, harga pangan lainnya pun berpotensi naik akibat anomali cuaca. Oleh karena itu, ia menyebut pihaknya menyiapkan tiga strategi.
Pertama, strategi jangka pendek atau yang disebut agenda SOS atau darurat. Dalam strategi berjangka 100 hari ini, ia menyebut pihaknya mencarikan solusi agar stabilisasi harga terjaga.
Kedua, program semi permanen atau program 200 hari yang bertujuan meningkatkan produktivitas. Salah satunya, dengan mengembangkan sentra pengembangan serta memperluas pembibitan komoditas yang diperlukan.
Ketiga, membentuk sistem permanen yang mampu menciptakan stabilitas jangka panjang. Program ini, katanya, tengah didiskusikan dengan Kementerian Perdagangan untuk dilakukan kerja sama ke depannya.