Ketua Asosiasi Logistik (ALI) Zaldy Ilham Masita menyambut baik permintaan 'tolong' Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin agar logistik vaksin covid-19 dikerjakan bersama dengan pihak swasta. Dia menilai wajar jika Budi buka suara karena tingkat kerumitan logistik sangat tinggi.
Dia sebetulnya mengusulkan agar Indonesia menggunakan maksimal tiga jenis vaksin saja agar pengiriman tidak terlalu ribet. Namun, nasi susah jadi bubur, pemerintah sudah kepalang meneken pembelian ke 7 jenis perusahaan berbeda.
Kini tinggal berfokus pada keberhasilan distribusi saja. Dia menekankan bahwa kunci keberhasilan logistik ada pada manajemen dari rantai pasokan vaksin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam memetakan kebutuhan logistik, dia menyebut ada dua kepastian yang akan menjadi patokan, yaitu kapan jumlah pasokan vaksin akan didatangkan dari perusahaan asal dan jumlah permintaan sebanyak 416,3 juta dosis.
Dari kepastian itu, kemudian dihitung berapa kapasitas logistik yang dimiliki pemerintah untuk mendistribusikan sampai ke pengguna. Lalu, dari kapasitas logistik itu, dapat diketahui dibutuhkan berapa lama untuk dapat mengirim vaksin ke seluruh daerah di Indonesia.
Berbarengan dengan itu, pemerintah juga perlu mengkaji kapan masa kedaluwarsa vaksin. Misalkan, masa efektif vaksin adalah satu tahun sementara logistiknya akan membutuhkan waktu lebih dari setahun, maka kapasitas yang tidak bisa memenuhi jangka setahun itu lah yang menjadi tambahan tenaga swasta.
Dia menyebut bantuan dari swasta bisa dibagi menjadi beberapa prioritas. Pertama, pedagang besar farmasi (PBF) yang sudah biasa melakukan distribusi vaksin dan cold chain. Mereka juga sudah memiliki sertifikasi BPOM, sehingga tidak perlu menunggu persetujuan BPOM lagi dalam pengangkutan vaksin.
Kedua, perusahaan distribusi biasa melakukan proses logistik dari pergudangan (warehouse) hingga pengiriman darat (trucking) dengan sistem cold chain.
Ketiga, perusahaan logistik umum. "Ini agak berat karena mereka harus melakukan investasi di cld chain dan mendapat persetujuan dari PBF supaya bisa memenuhi persyaratan BPOM," jelasnya.
Menurut Zaldy, seharusnya pemerintah sudah selesai memikirkan masalah rantai logistik. Perhitungan kapasitas logistik harusnya dilakukan sejak kuartal III 2020 lalu, sehingga jika perlu ada penambahan kapasitas waktu persiapan pun mencukupi.
Dia mendorong keterbukaan pemerintah dan BUMN terkait urusan infrastruktur logistik jika ingin distribusi vaksin dilakukan bersama. Ia mengaku pemerintah selama ini hanya diam, sehingga swasta berasumsi vaksinasi sanggup dilakukan oleh Kemenkes dan BUMN.
"Sejauh ini mengenai distribusi vaksin kami melihat pemerintah dan BUMN terkait sangat tertutup, jadi kami asumsikan bisa di-handle (ditangani) sendiri oleh pemerintah," imbuhnya.
Ia mengingatkan pemerintah bahwa kapasitas cold chain yang dipunyai swasta pun terbatas karena dipakai untuk logistik dari produk-produk beku dari daging hingga produk perisable, seperti sayur, buah, dan lainnya.
Sehingga, perhitungan kapasitas logistik untuk distribusi vaksin harus sangat detail dan jelas dari hulu hingga ke hilir. Apalagi, tidak semua fasilitas cold chain bisa mengikuti standard BPOM dari sisi higienitas dan keamanan.
"Masukan saya ke pemerintah, perlu lebih terbuka mengenai kemampuan kapasitas logistik yang dibutuhkan dan yang dipunyai untuk distribusi vaksin ke seluruh indonesia karena yang penting adalah vaksinasi bukan vaksinnya," tutup dia.
(bir)