Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengatakan pemanfaatan analisis dan pemeriksaan PPATK terkait tindak pidana di sektor perpajakan berkontribusi terhadap penerimaan negara sebesar Rp9 triliun.
Dian menjelaskan analisis dan pemeriksaan PPATK di sektor perpajakan merupakan tindak lanjut dari kerja sama PPATK bersama Kementerian Keuangan. Hal ini khususnya kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
"Selama 2020, pemanfaatan terhadap hasil analisis dan pemeriksaan PPATK telah menghasilkan kontribusi penerimaan negara sebesar Rp9 triliun," ucap Dian dalam Pertemuan Koordinasi Tahunan Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT, Kamis (14/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan pihaknya meneken kerja sama dengan DJP dan DJBC untuk menghadapi tindakan pidana pajak, kepabeanan, dan tindak pidana cukai di Indonesia.
Lebih lanjut, Dian menjelaskan pihaknya juga mengusut tindak pidana korupsi. Hasil analisis PPATK terkait tindak pidana korupsi didominasi oleh kasus-kasus yang melibatkan pejabat pemerintahan, kepala daerah, dan BUMN.
"Dengan modus utama terkait penerimaan gratifikasi atau suap, perizinan, dan pengadaan barang dan jasa," terang Dian.
Selain itu, PPATK juga menyampaikan 60 laporan hasil analisis dan pemeriksaan terkait tindak pidana narkotika kepada BNN dan Kepolisian RI. Tindak pidana ini melibatkan sindikat narkotika di dalam negeri dan pihak yang terafiliasi dengan sindikat internasional.
Selanjutnya, PPATK juga menemukan beberapa hal terkait tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT). Salah satunya dengan modus pengiriman donasi dengan jumlah signifikan ke luar negeri yang diduga terkait dengan kegiatan terorisme di Irak dan Suriah.
"Untuk meningkatkan kecepatan dan efektivitas penanganan tindak pidana pendanaan terorisme, PPATK bersama stakeholder terkait membentuk satuan tugas daftar terduga teroris dan organisasi teror (DTTOT)," kata Dian.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Wakil Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Airlangga Hartarto menyatakan pihaknya telah menetapkan lima strategi nasional 2020-2024 untuk mencegah dan memberantas ancaman TPPU dan TPPT. Pertama, meningkatkan kemampuan sektor privat untuk mendeteksi indikasi atau potensi TPPU dan TPPT.
Kedua, meningkatkan upaya pencegahan terjadinya TPPU dan TPPT dengan memperhatikan penilaian risiko. Ketiga, meningkatkan efektivitas pemberantasan TPPU dan TPPT dengan memperhatikan penilaian risiko.
Keempat, mengoptimalisasi asset recovery dengan memperhatikan penilaian risiko. Kelima, meningkatkan efektivitas sanksi dalam rangka mendisrupsi aktivitas terorisme, organisasi teroris, dan aktivitas proliferasi senjata pemusnah massal.