Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi investasi subsektor energi baru terbarukan (EBT) 2020 mencapai US$1,36 miliar atau sekitar Rp19,1 triliun (kurs 14.078 per dolar AS).
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan capaian itu hanya 70 persen dari target, US$2,02 miliar.
"Investasi sedikit turun dari target, jadi sekitar 70 persenan yang notabene cukup baik di masa pandemi," ujarnya dalam video conference, Kamis (14/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dadan menjelaskan realisasi investasi subsektor EBT mayoritas berasal dari pembangkit panas bumi yang mencapai US$1,05 miliar.
Kemudian, investasi juga berasal dari sektor konservasi energi sebesar US$8 juta; bioenergi US$108 juta; dan aneka EBTKE US$ 540 juta.
"Ini masih ada proyek-proyek pembangkit bio energi dan sedikit ekspansi atau peningkatan kualitas produksi bahan bakar," tuturnya.
Tahun ini, lanjut Dadan, Ditjen EBTKE menargetkan angka yang relatif sama dengan 2020 yakni US$2,5 miliar.
Rinciannya, US$10 juta untuk konservasi energi, US$1,24 miliar untuk aneka EBT, US$68 juta untuk bio energi dan US$730 juta untuk panas bumi.
"Memang kalau lihat grafik tahun 2017 ini paling baik. Tapi secara umum angkanya meningkat dari 2016, 2018, 2019. Di 2021 ini kita targetkan lebih tinggi," katanya.
Sementara itu kapasitas pembangkit terpasang listrik EBT tahun lalu mencapai 176 Megawatt (MW).
Tambahan kapasitas pembangkit di antaranya PLTA Poso sebesar 66 MW; PLTBm (biomassa) Merauke sebesar 3,5 MW; PLTM (minihidro) Sion 12,1 MW; serta PLTS Atap sebesar 13,4 MW.
"Untuk PLTS roof top diharapkan semakin baik karena memang keekonomian PLTS atap ini semakin baik," tandasnya.