PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk memberikan fasilitas pembiayaan tanpa agunan bagi masyarakat yang hendak membeli Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dari PT Len Industri (Persero).
Pemimpin Wilayah Kanwil BRI Jakarta I Rudhy Sidharta mengatakan kebijakan tersebut merupakan dukungan kepada pemerintah untuk mencapai target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025 mendatang.
Rudhy memastikan pembiayaan yang diberikan sangat fleksibel, di mana jangka waktu (tenor) pelunasannya bisa disesuaikan sampai 15 tahun. Di samping itu, suku bunga kredit yang diberikan pun cukup rendah yakni di bawah 1 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Suku bunga yang diberikan single digit, hanya 0,92 persen, besarannya juga nanti disesuaikan tentunya dengan biaya untuk pemasangan pembangkit listrik tenaga surya," ucapnya usai penandatanganan MoU tentang Pembiayaan dan Pemasangan Sistem PLTS Atap antara Setjen Dewan Energi Nasional, PT Len Industri dan BRI, Kamis (21/1).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Strategi Bisnis dan Portofolio PT Len Industri Linus Andor Mulana Sijabat mengatakan perusahaannya selama ini berperan dalam komersialisasi PLTS Atap. Dari 150 MW PLTS Atap yang saat ini terpasang di Indonesia, 40 persen di antaranya merupakan produk dari PT Len Industri.
Ia juga mengungkapkan sejak tahun lalu perusahaannya bersama Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) mendapatkan penugasan dari Menteri BUMN untuk menjadi inisiator percepatan pembangunan PLTS di seluruh properti perusahaan pelat merah.
"Memang selama ini masyarakat antusias. Namun, karena memang selama ini belum ada skema pembiayaan murah untuk akses PLTS Atap ini maka akselerasi PLTS Atap belum bisa dilaksanakan secara maksimal," ujar Linus.
Harapannya, dengan bantuan pembiayaan dari BRI, penggunaan PLTS Atap dapat meningkat sehingga harganya semakin ekonomis.
"Karena itu kami terima kasih kepada BRI sudah mau terlibat di sini. Saya kira di negara lain PLTS sudah ekonomis, di Indonesia juga bisa tapi kalau dibikin sedikit-sedikit harganya jadi tidak ekonomis," pungkasnya.