Kemenkeu Pastikan Konter Kecil Tak Dikenakan Pajak Pulsa

CNN Indonesia
Sabtu, 30 Jan 2021 13:24 WIB
Direktorat Jenderal Pajak memastikan pelaku usaha cilik yang memiliki Izin usaha mikro dan kecil tidak akan dikenakan pajak sebesar 0,5 persen.
Izin usaha mikro dan kecil (IUMK) tidak akan dikenakan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,5 persen.. (Foto: CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia --

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan pelaku usaha cilik yang memiliki Izin usaha mikro dan kecil (IUMK) tidak akan dikenakan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,5 persen.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama menyebut ketentuan PPh penjual pulsa dan kartu perdana alias konter pulsa ditagihkan kepada level distribusi.

Ketentuan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 yang mulai berlaku sejak 1 Februari 2021.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau pengecer kecil dan merupakan wajib pajak yang selama ini menggunakan PPh UMKM yang 0,5 persen, maka dia tidak akan dipotong," katanya kepada CNNIndonesia.com pada Sabtu (30/1).

Selain itu, ia menyebut pengecer yang melakukan pembelian akumulasi kurang dari Rp2 juta juga tidak dikenakan PPh Pasal 22.

Sementara, distributor yang melakukan pembelian akumulasi Rp2 juta atau lebih dan tidak terdaftar sebagai pelaku UMKM, maka dikenakan PPh Pasal 22 yakni sebesar 0,5 persen.

Pajak yang telah dipotong tersebut tidak bersifat final, artinya dapat dikreditkan oleh distributor pulsa dan voucher dalam SPT Tahunannya.

"Kalau dia pelaku usaha menengah/besar akan dipotong 0,5 persen, tidak final bisa dikreditkan pemotongan di SPT Tahunan," terangnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani merilis Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 yang mulai berlaku sejak 1 Februari 2021.

Dalam PMK itu dijelaskan akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) penjual pulsa dan kartu perdana alias konter pulsa.

"Atas penjualan pulsa dan kartu perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua yang merupakan pemungut PPh Pasal 22, dipungut PPh Pasal 22," bunyi Pasal 18 Ayat 1 aturan itu, bunyi beleid seperti dikutip.

Pemungut PPh melakukan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya. Pungutan PPh juga dilakukan sebesar 0,5 persen dari harga jual, atas penjualan kepada pelanggan telekomunikasi secara langsung.

"Dalam hal wajib pajak (WP) yang dipungut PPh Pasal 22 tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), besarnya tarif pemungutan lebih tinggi 100 persen dari tarif tersebut," bunyi aturan itu.

Namun, pemungutan PPh Pasal 22 tersebut bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi WP yang dipungut. PPh Pasal 22 itu menjadi terutang pada saat diterimanya pembayaran, termasuk penerimaan deposit, oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua.

Pemungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas pembayaran oleh penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi yang jumlahnya paling banyak Rp2 juta tidak termasuk PPN dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp2 juta.

Pemungutan juga tidak dilakukan atas WP bank dan telah memiliki dan menyerahkan fotokopi surat keterangan PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan telah terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.

(mik/mik)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER