BPS Buka Biang Kerok Kenaikan Harga Cabai Hingga Tahu Tempe

CNN Indonesia
Senin, 01 Feb 2021 14:07 WIB
BPS menyebut kenaikan harga cabai hingga tahu dan tempe belakangan ini dipicu gangguan rantai pasok akibat curah hujan tinggi dan harga bahan baku yang mahal.
BPS mengungkap alasan berbagai gejolak harga komoditas pangan pada awal tahun ini. Mulai dari cabai rawit, ikan segar, hingga tahu dan tempe. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap alasan berbagai gejolak harga pangan pada awal tahun ini. Mulai dari cabai rawit, ikan segar, hingga tahu dan tempe.

Tercatat, kenaikan harga cabai rawit memberi andil inflasi sebesar 0,08 persen, ikan segar 0,04 persen, tempe 0,03 persen, dan tahu 0,02 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kenaikan harga cabai rawit dan ikan segar terjadi karena pengaruh dari sisi suplai atau penawaran, yaitu curah hujan yang tinggi sebagai dampak dari La Nina, sehingga menimbulkan bencana banjir. Hal ini selanjutnya mempengaruhi jumlah pasokan dan harga di masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kenaikan harga cabai dan ikan lebih dipengaruhi suplai karena cuaca yang buruk, kami harap ini sementara, berbagai prediksi menunjukkan harga cabai di Februari-Maret diharapkan akan stabil," jelas Suhariyanto saat konferensi pers virtual, Senin (1/2).

Sementara harga tempe dan tahu meningkat karena terkerek tingginya harga bahan baku mereka, yaitu kedelai di pasar internasional. Bahan baku mempengaruhi biaya produksi dan penjualan.

"Permintaan terhadap tahu dan tempe tetap tinggi, kenaikan dipicu oleh harga kedelai," ucapnya.

Berkaca dari gejolak harga beberapa komoditas saat ini, BPS mewanti-wanti pemerintah agar waspada pada potensi gejolak harga pangan ke depan. Khususnya yang dipicu oleh bencana alam.

Sedangkan komoditas beras yang selama ini memberi andil besar pada inflasi, justru terpantau aman. Menurut catatan BPS, beras dari sisi pasokan dan harga stabil dalam dua tahun terakhir.

"Dua tahun terakhir beras ini pergerakannya stabil, tidak memberikan dampak ke inflasi. Kita harap di 2021, harga beras akan stabil," katanya.

Kendati begitu, Suhariyanto mencatat inflasi masih cukup rendah. Pada 2020, inflasi hanya 1,68 persen.

Ia mengatakan inflasi yang masih rendah ini terjadi karena dampak tekanan ekonomi dari pandemi virus corona atau covid-19. Maka tak heran bila inflasi rendah juga dialami oleh banyak negara, bahkan ada yang deflasi.

"Dampak pandemi masih membayangi, bahkan sampai 2021 ini. Inflasi di berbagai negara mengalami perlambatan signifikan, bahkan banyak yang deflasi, artinya sisi permintaan masih lemah," pungkasnya.

[Gambas:Video CNN]



(uli/age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER