DPR soal BLT Subsidi Upah Disetop: Pintar-pintar Alokasi

CNN Indonesia
Selasa, 02 Feb 2021 10:24 WIB
DPR menilai bantuan (BLT) subsidi upah masih diperlukan di tengah tekanan ekonomi. Karenanya, ia minta pemerintah memutar otak mengalokasikan anggaran.
DPR menilai bantuan (BLT) subsidi upah masih diperlukan di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi. Karenanya, ia minta pemerintah memutar otak untuk mengalokasikan anggaran. Ilustrasi pekerja. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah mengisyaratkan menyetop bantuan subsidi upah bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp5 juta pada tahun ini. Alasannya, pemerintah tak mengalokasikan anggaran BLT subsidi gaji pada APBN 2021.

Kendati demikian, pemerintah memastikan program bantuan sejenis untuk pekerja akan terus dilanjutkan.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menilai program bantuan subsidi upah masih perlu dilanjut karena pandemi covid-19 masih melanda. Pandemi ini tentu berdampak bagi ekonomi masyarakat, khususnya para pekerja kelas menengah ke bawah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apalagi pandemi yang berkepanjangan membayangi kenaikan angka pengangguran. Para pekerja pun terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). "BSU itu sebenarnya masih sangat diperlukan," imbuh Saleh kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/2).

Oleh karena itu, bila pemerintah tidak punya kecukupan anggaran untuk melanjutkan program ini pada tahun ini, maka perlu ada utak-atik dalam menjalankan program ini. Salah satunya, dengan memperkecil pagu, termasuk luasan penerima bantuan.

Misalnya, sebelumnya pagu yang diberikan sebesar Rp600 ribu per orang per bulan dengan total Rp2,4 juta per orang per program pada 2020. Maka, pada 2021 bisa dikurangi misalnya menjadi Rp500 ribu atau total Rp2 juta.

Cara lain, misalnya mengurangi jumlah penerima bantuan. Sebelumnya, target penerima mencapai 15,7 juta orang, maka tahun ini bisa lebih rendah.

"Cara perkecilnya macam-macam, yang penting masih diberikan. Misal, kemarin 15 juta, nanti diturunkan, katakanlah jadi 10 juta penerima. Cara lain, misal sasarannya bukan yang gaji Rp5 juta ke bawah, tapi Rp4 juta ke bawah," jelasnya.

Sementara bila alokasi APBN benar-benar tidak cukup, maka perlu ada realokasi dan refocusing dari pos lain. Tapi, untuk urusan ini, Saleh menilai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati lah yang paling tahu, pos mana yang perlu disunat atau tidak.

"Yang tahu Menkeu, dia yang alokasikan. Intinya, 2021 ini masih perlu BSU karena covid-19 masih ada, tinggal pemerintah pintar-pintar bagaimana sesuaikan peruntukannya," tegas dia.

Saleh juga memberi catatan evaluasi. Misalnya, BSU diperluas ke pekerja informal yang selama ini tidak terdaftar sebagai anggota BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek.

[Gambas:Video CNN]

"Maunya tidak hanya informal, tapi juga buruh-buruh bangunan, pedagang asongan, loper koran, itu semua sebetulnya sama-sama sengsara," imbuhnya.

Catatan lain adalah soal data. Sebab, target penyaluran pemerintah mencapai 15,7 juta penerima, tapi realisasinya ternyata kurang dari 13 juta penerima.

"Jadi kalau bisa dibuka lagi program ini, itu dua catatan saya, bisa diperluas dan diperbaiki datanya," tekannya.

Senada, Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP Rahmad Handoyo juga menilai BSU sebenarnya masih penting untuk diberikan pada tahun ini kepada pekerja. Bahkan, kalau bisa diperluas ke pekerja informal yang gajinya jauh di bawah Rp5 juta.

"Karena ini masih belum adil, banyak pekerja informal yang gajinya di bawah Rp1 juta, di bawah UMR, di bawah UMR loh, jadi tidak hanya yang di bawah Rp5 juta seharusnya yang diberikan," ujar Rahmad.

Memang, ia mengakui ada program bantuan sosial (bansos) lain untuk kalangan itu, tapi nyatanya masih banyak yang belum terdata dan mendapatkan bantuan dari negara.

Selain itu, menurutnya, BSU sejatinya perlu dilanjut karena ternyata bantuan senilai Rp600 ribu cukup lumayan untuk menjaga daya beli masyarakat, meski masih di taraf yang rendah.

Kendati ingin BSU tetap ada, tapi di sisi lain, Rahmad juga mengaku maklum bila pemerintah tak punya anggaran untuk BSU. Sebab, sebelumnya pemerintah tidak memberi vaksin gratis kepada seluruh masyarakat.

Namun tiba-tiba, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin vaksin gratis kepada masyarakat, sehingga alokasi anggaran pasti perlu diprioritaskan ke vaksin covid-19. "Jadi saya memaklumi bila tidak dianggarkan dan ada anggaran besar pengadaan vaksin," ucapnya.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara juga menilai BSU perlu dilanjutkan karena tingkat pengangguran justru diramal meningkat pada 2021. Karenanya, BSU seharusnya bisa diberikan sampai kondisi ekonomi pulih.

"Sekarang situasinya pemerintah masih berlakukan pembatasan sosial dan angka kasus harian cukup tinggi membuat masyarakat tahan belanja. Kalau pekerja tidak dibantu, maka besar kemungkinan perusahaan terus lakukan PHK," tutur Bhima.

Dampak kerugiannya, justru akan lebih besar bila program ini tidak dilanjut. Pasalnya, akan langsung mempengaruhi daya beli masyarakat.

"Justru besar harapan subsidi upah dilanjutkan ke seluruh pekerja sektor informal dengan gaji di bawah Rp5 juta. Tahun 2020 lalu saja masih banyak pekerja informal yang tidak punya akun BPJS Ketenagakerjaan sehingga tidak masuk program subsidi upah," katanya.

Bila pemerintah tidak ada anggaran, Bhima melihat pemerintah perlu segera melakukan realokasi. Belanja yang sifatnya birokrasi seperti belanja barang dan pegawai bisa dikurangi."Bisa juga diambil sebagian dari anggaran infrastruktur," ujarnya.

Dukung Setop BSU

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER