Menteri BUMN Erick Thohir memutuskan untuk mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ-1000 yang digunakan oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ke Nordic Aviation Capital (NAC).
Ini dilakukan sebagai langkah mengakhiri lebih awal (early termination) kontrak sewa pesawat (operating lease) tersebut mulai 1 Februari 2021 lalu, dari perjanjian semula yang jatuh tempo pada 2027 mendatang.
Erick menganggap kontrak tersebut merugikan pihak Garuda Indonesia. Pasalnya, berdasarkan penyelidikan yang dilakukan Serious Fraud Office (SFO) Inggris ada indikasi korupsi dalam pembelian pesawat tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir Aerotime, November lalu, SFO melakukan penyelidikan aktif atas dugaan penyuapan dan korupsi terkait dengan kontrak dan/atau pesanan dari Garuda Indonesia.
"Karena ini adalah investigasi langsung, SFO tidak dapat memberikan komentar lebih lanjut," tulis SFO dalam pernyataan resminya.
Garuda Indonesia memperoleh kesepakatan untuk mengoperasikan18 jet regional Bombardier CRJ-1000 saat Singapore Airshow pada Februari 2012 silam.
Saat itu, perseroan menyetujui untuk memperoleh enam pesawat CRJ-1000, dengan opsi menerima pengiriman 12 jet tambahan. Kesepakatan itu bernilai US$1,32 miliar.
Selanjutnya, maskapai pelat merah tersebut menerima pengiriman jet regional pertama buatan Bombardier pada Oktober 2012. Perusahaan yang berbasis di Montreal, Kanada, ini mengirimkan CRJ-1000 terakhir ke Garuda pada Desember 2015.
"Keunggulan ekonomis pesawat Bombardier CRJ1000 NextGen, penghematan bahan bakar yang luar biasa, dan kenyamanan penumpang yang sangat baik idealnya memenuhi persyaratan kami akan pesawat berkursi 100 untuk melayani pasar domestik dan regional dari lima hub regional," kata Emirsyah Satar, CEO Garuda Indonesia kala itu.
Pada Mei 2020, Emirsyah dipenjara di Indonesia karena tuduhan suap dan pencucian uang terkait pembelian pesawat dari Airbus dan mesin dari Rolls-Royce. Selain hukuman delapan tahun, ia juga didenda 1,4 juta Dollar AS.
Berdasarkan laporan keuangan Kuartal III 2020 Bombardier, yang diterbitkan pada 5 November 2020, perusahaan mengindikasikan bahwa "Tidak ada tuduhan yang diajukan terhadap Korporasi atau direktur, pejabat, atau karyawannya."
Perusahaan telah melakukan penyelidikan internal terhadap masalah tersebut, yang dilakukan oleh penasihat eksternal.
Meski demikian, menurut Bombardier, sejauh ini sebenarnya tidak ditemukan transaksi mencurigakan dari kerja sama yang ada di laporan keuangan perusahaan.
"Korporasi telah bertemu dengan SFO untuk membahas status tinjauan internal korporasi dan potensi bantuannya dengan investigasi SFO secara sukarela," ungkap manajemen Bombardier seperti dikutip dari The Wall Street Journal.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra sendiri menyatakan dukungan dan bakal menghormati proses hukum terkait dugaan suap kontrak penjualan pesawat Bombardier tersebut.
"Garuda Indonesia juga secara aktif akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak berwenang guna memastikan dukungan penuh perusahaan atas upaya penegakan hukum kasus tersebut," kata Irfan dalam keterangan resminya November lalu.