Terlepas dari sejumlah indikator yang masih bagus, Timboel menilai celah korupsi masih ada meskipun pengelolaan investasi di BPJS Ketenagakerjaan sudah ditetapkan melalui regulasi.
Celah korupsinya serupa dengan modus pada korupsi Jiwasraya, yakni kongkalikong penempatan dana investasi pada saham tertentu antara pihak internal dengan pihak swasta.
Selain itu, pintu korupsi lainnya adalah penarikan fee dari penempatan investasi. Misalnya, BPJS Ketenagakerjaan menaruh dana investasi pada deposito di BPD dengan bunga sebesar 5 persen. Bisa saja, kata dia, oknum culas menarik fee dengan besaran tertentu dari bunga deposito tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Timboel sendiri meyakini praktik tersebut sulit dilakukan oleh oknum di BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya, semua penempatan investasi diawasi melalui PP tentang Pengelolaan Aset dan UU tentang BPJS.
"Dalam UU 24 Tahun 2011 tentang BPJS salah sedikit langsung pidana. Jadi, potensi dipidana mudah, salah kelola sedikit potensi dipidana," ucapnya.
Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan merupakan badan publik yang tidak berorientasi pada profit. Hal berbeda dengan Jiwasraya maupun Asabri, yang sifatnya mencari keuntungan lantaran berbentuk badan usaha.
Sementara itu, Irvan menilai Kejagung sebaiknya segera menyelesaikan pemeriksaan kasus dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan. Alasannya, akan terjadi pergantian direksi dalam waktu dekat lantaran direksi yang menjabat sekarang habis masa baktinya pada 19 Februari 2021 besok.
"Kita tunggu saja hasil pemeriksaan Kejagung, tapi yang jelas jangan sampai mengganggu proses seleksi diresi BPJS Ketenagakerjaan yang sudah ada di meja Presiden Joko Widodo, yang akan diumumkan dalam waktu dekat," tandasnya.