Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Ichsan Hanafi mengaku belum dapat memperkirakan harga layanan vaksinasi mandiri gotong-royong.
Ia juga mengatakan masih belum mengetahui harga untuk masing-masing jenis vaksin yang hanya bisa diimpor lewat BUMN farmasi, Bio Farma.
Yang pasti, ARSSI siap untuk mengikuti ketentuan harga dari pemerintah seperti pada layanan swab antigen maupun PCR test.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama ini kami di RS swasta kalau sudah ditetapkan pemerintah ikut. Misalkan kemarin mengenai swab antigen atau PCR kita ikuti saja ketentuan itu, karena kita ingin program percepatan untuk vaksinasi ini," ujarnya kepada CNNIndonesia.com Jumat (26/2).
Meski demikian, ia meminta komponen pendukung vaksinasi mulai dari cold chain hingga bahan medis sekali pakai juga diperhitungkan apabila pemerintah ingin menetapkan batas atas harga vaksin.
"Kan kami juga mengeluarkan bahan medis habis pakai. Misalkan obat, suntikannya kah, masker, dan lain-lain," tutur Ichsan.
Di luar harga, kata Ichsan, hal yang tak kalah penting untuk diatur dalam program vaksinasi mandiri ini adalah mekanisme pengadaan serta pembiayaan vaksin.
Pasalnya, jika pengadaan dan pembiayaan vaksin gotong-royong dilakukan dunia usaha, rumah sakit hanya tinggal bermitra untuk layanan penyuntikan saja tanpa perlu menjual vaksin.
"Sebetulnya sudah banyak yang daftar untuk ikut terlibat dalam pelaksanaan vaksin mandiri ini. Cuma yang belum jelas kan masalah distribusinya. Jadi kita harus kerja sama dengan BUMN kelihatannya, kemudian juga dengan perusahaan," jelasnya.
Di samping itu, lanjut Ichsan, sampai saat ini rumah sakit swasta juga masih fokus pada pemberian vaksin covid-19 kepada tenaga kesehatan sesuai dengan petunjuk teknis dari Kementerian Kesehatan.
"Sampai sekarang belum tahu (distribusinya). Mungkin karena baru masih belum. Karena ini kan juknisnya belum tahu seperti apa. Nanti mungkin kita akan koordinasi mengenai peraturan menteri yang baru ini," pungkasnya.