Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) buka-bukaan soal alasan pemerintah mengizinkan investor asing mencari harta karun di bawah laut Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin mengatakan ongkos mahal menjadi alasan utamanya.
Ia menyebut cost atau beban biaya dalam setiap pengangkatan benda muatan kapal tenggelam (BMKT) mencapai US$500 ribu-US$1 juta. Kalau dirupiahkan dengan kurs Rp14.271, ongkos tersebut mencapai Rp7 miliar-Rp14 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ongkos itu diperlukan untuk survei sampai pengangkatan BMKT di satu titik saja. Menurutnya, biaya itu terlalu mahal.
"Kalau kita pakai uang negara untuk melakukan seperti itu, bisa kita lakukan tapi itu menjadi terlalu mahal," jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (4/3).
Safri mengaku belum membaca aturan turunan terkait izin bagi investor asing mencari 'harta karun' di Indonesia. Namun, dari pemahamannya selama membahas draf aturan itu, ia mengatakan pemerintah menyepakati tidak ada benda sejarah yang boleh dilelang atau dijual.
Investor asing hanya diizinkan mencari harta karun di Indonesia. Kemudian, investor hanya diberi hak pakai untuk memamerkan benda temuan untuk periode tertentu sesuai perjanjian sebagai imbal hasil.
Setelah masa pakai habis, benda bersejarah harus dikembalikan kepada pemerintah Indonesia.
Aturan itu dibuat karena memang sebelumnya, pengangkatan benda bersejarah dilarang lewat UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Alam. Karena pelarangan itu, pengelolaan BMKT tidak menggembirakan.
Kekurangan dana menjadi masalah utama pengangkatan tidak bisa kunjung terealisasikan meski menurut dia ada sekitar 10 ribu titik yang dipetakan pemerintah.
Lihat juga:Pemerintah Bakal Buat 'Bank Emas' |
Dari 10 ribu titik itu, baru 464 yang pasti atau terkonfirmasi terpendam BMKG.
"Ini bukan masalah teknologi, ini masalah cost. Teknologi kita punya kok, masalahnya untuk mengambil barang seperti itu, survei sampai pengangkatan butuh ongkos besar," imbuhnya.
Ia menyebut keputusan diambil setelah diskusi alot. Dikhawatirkan BMKG akan rusak jika tidak dilakukan pengangkatan dan dibiarkan berlarut. Belum lagi, katanya, jika dicuri oleh oknum.
Karenanya, lewat UU Ciptaker kemudian disepakati pengangkatan BMKG dikeluarkan dari daftar negatif investasi (DNI).
Untuk estimasi nilai BMKG di perairan Indonesia, ia mengaku tak dapat memberi angka pasti karena harga sulit diprediksi dan ditetapkan oleh lelang.
Dia mengklaim banyak perusahaan yang berminat mencari BMKG Indonesia bukan bermotivasi ekonomis, namun untuk gengsi semata.
"Minat investor banyak yang mendaftar lewat KKP, banyak mau daftar, mau angkat bukan untuk cari duit kok. Cari nama kok, kalau bisa mencari barang unik, rata-rata yang mendaftar perusahaan yang punya duit lebih untuk cari nama," pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah membuka izin investasi untuk 14 bidang usaha yang sebelumnya masuk dalam daftar negatif investasi, salah satunya poencarian harta karun bawah laut. Ini tertuang dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menilai Indonesia memiliki potensi ekonomi bernilai dari Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT). Hitungan Asosiasi Perusahaan Pengangkatan dan Pemanfaatan PMKT Indonesia (APPP BMKTI) nilainya sebesar US$12,7 miliar.
Dari sisi ekonomi, setiap lokasi BMKT dapat bernilai antara US$80 ribu hingga US$18 juta. Apabila dimanfaatkan untuk mendukung pariwisata, maka dapat menghasilkan US$800 hingga US$126 ribu per bulan per lokasi harta karun.
APPP BMKTI menyebut terdapat 464 titik lokasi kapal tenggelam di seluruh wilayah perairan Indonesia.
"Diperkirakan terdapat harta karun bernilai ekonomi yang mencapai sekitar US$12,7 miliar atau setara dengan Rp127,6 triliun," kata Sekretaris Jenderal APPP BMKTI Harry Satrio, Kamis (4/3).
(well/agt)