Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.405 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Rabu (10/3) sore. Posisi tersebut terpantau stagnan dibandingkan perdagangan sebelumnya.
Sementara itu, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.421 per dolar AS, atau menguat dibandingkan posisi hari sebelumnya yakni Rp14.468 per dolar AS.
Sore ini, mayoritas mata uang di kawasan Asia terpantau lesu terhadap dolar AS. Kondisi ini ditunjukkan oleh yen Jepang turun 0,19 persen, dolar Singapura melemah 0,22 persen, won Korea Selatan berkurang 0,17 persen, peso Filipina melemah 0,22 persen, rupee India turun 0,05 persen, ringgit Malaysia turun 0,13 persen, dan bath Thailand turun 0,03 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan, dolar Taiwan naik 0,03 persen dan yuan China naik 0,01 persen terhadap dolar AS.
Senada, mayoritas mata uang di negara maju melemah terhadap dolar AS. Tercatat, dolar Australia melemah 0,18 persen persen, dolar Kanada turun 0,15 persen, dan franc Swiss melemah 0,16 persen. Namun, poundsterling Inggris naik 0,03 persen.
Direktur PT Solid Gold Berjangka Dikki Soetopo mengatakan rupiah sedang dalam tren pelemahan. Menurutnya, depresiasi rupiah masih disebabkan oleh kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang membuat pasar keuangan dunia terguncang.
"Yield yang naik ke posisi tertinggi sejak Februari 2020 itu membuat pasar mau tidak mau harus mengalihkan pandangan ke US Treasury Bonds. Fokus ke sana membuat pelaku pasar mengabaikan aset-aset lain, apalagi yang berisiko di negara berkembang," jelasnya.
Namun, ia menilai secara fundamental rupiah masih berpotensi dalam penguatan. Pasalnya, Bank Indonesia (BI) telah menyatakan kesiapan dengan selalu berada di pasar untuk menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil.
Bahkan, kata dia, bank sentral menyiapkan sederet kebijakan apabila ada kejadian yang bisa mempengaruhi pergerakan rupiah. Dari dalam negeri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah merilis izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) kepada vaksin buatan AstraZaneca dan Universitas Oxford.
Sentimen tersebut memberikan peluang penguatan pada mata uang Garuda.
"Namun, akhir-akhir ini kenaikan yield obligasi pemerintah AS dan menguatnya dolar AS menghambat laju penguatan rupiah untuk meraih kembali penguatan," ucapnya.