Setelah seluruh syarat terpenuhi, maka UMKM bisa mengajukan penghimpunan dana. Mulanya, ajukan permohonan ke PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Kemudian, data akan diverifikasi dan penerbit alias UMKM perlu membayar biaya pendaftaran ke KSEI senilai Rp3,75 juta. Selain itu, juga ada biaya tahunan per efek sebesar Rp2,5 juta per tahun.
Lalu, akan ada pula biaya yang harus dibayar ke bank kustodian sebesar 0,1 kali dari jumlah dana yang akan diterbitkan. Tak ketinggalan, perlu membayar biaya penyelenggaraan ke lembaga penyelenggara, tapi besarannya berbeda-beda dengan rata-rata 5 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biaya yang nantinya juga harus dibayar adalah pajak badan dan pajak lainnya sesuai ketentuan masing-masing industri," terangnya.
Bila sudah disetujui, maka saham atau surat utang bisa diterbitkan. Usai terbit, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh UMKM, yaitu kewajiban pengembalian.
Kalau UMKM menerbitkan saham, maka tidak ada biaya yang dikembalikan UMKM ke investor yang memberikan urun dana di pasar modal.
"Tapi nanti perusahaannya tidak hanya milik pemilik UMKM, melainkan berbagi ke pemilik saham baru. Pemilik tidak punya kewajiban mengembalikan modal si pemegang saham, itu menjadi ekuitas, tapi kalau dapat untung, harus bagi untung kepada investor," ungkapnya.
Sementara untuk UMKM yang menerbitkan surat utang, perusahaannya masih sepenuhnya milik pemilik, namun harus mengembalikan bunga dan pokok pinjaman sesuai jatuh tempo.
"Jaminannya apa? Tidak ada jaminan, tidak ada kewajibannya, kalau saham tidak ada, kalau obligasi bisa ada, tapi tidak kewajiban," paparnya.
Tak cuma jadi alternatif baru bagi pendanaan bagi UMKM, Luthfy mengatakan SCF juga menjadi investasi baru bagi investor. Bila selama ini pembelian saham dan surat utang dari perusahaan besar, kini bisa berlaku di UMKM juga.
"Jadi bisa dibilang alternatif investasi juga bagi pemodal, mereka bisa menjadi pemilik suatu perusahaan dengan modal minim," katanya.
Namun, tak ingin menjanjikan yang manis-manis saja, Luthfy juga tetap mengingatkan berbagai risiko yang ada dari instrumen investasi ini. Pertama, proyek tidak berjalan.
Kedua, saham tidak likuid karena penawarannya 12 bulan sekali. Ketiga, tidak mendapat dividen. Keempat, kegagalan operasional penyelengara.
"Kalau beli saham di bursa, itu selalu ada, tapi kalau di sini tidak, tradingnya hanya dibuka 1-2 kali setahun," tuturnya.
Untuk penawaran penghimpunan dana pun kecil karena UMKM, yaitu kurang dari Rp10 miliar. Masa penawarannya 45 hari.
Ketua Asosiasi Layanan Urun Dana Indoesia (ALUDI) Reza Avesena mencatat saat ini sudah ada 345.824 investor yang mendaftar. Targetnya, akhir tahun ini ada 400 ribu investor baru yang bergabung.
Sementara untuk penerbit ada 136 UMKM. Targetnya tahun ini naik mencapai lebih dari 500 UMKM.
"Dana yang terhimpun sudah Rp198,68 miliar sampai akhir tahun kemarin. Targetnya sampai Desember 2021 mencapai lebih dari Rp500 miliar," pungkasnya.