Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memprediksi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia paling mentok atau maksimal hanya 4,8 persen pada 2021. Sementara, pertumbuhan minimal berkisar 4,2 persen.
Ia mengatakan dua skenario ini muncul mempertimbangkan pencapaian dari program vaksinasi virus corona (covid-19) yang dimulai pada awal tahun ini.
Singkatnya, apabila vaksinasi bisa mencapai lebih dari 1 juta orang per hari dan target sasaran vaksin mencapai 70 juta atau 39 persen dari asumsi 181,5 juta orang selesai pada Juli 2021, maka angka pertumbuhan ekonomi 4,8 persen kemungkinan bisa digenggam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi, kalau vaksinasi harian masih di bawah 1 juta dan target sasaran vaksin 70 juta orang baru kelar pada September 2021 sesuai rencana awal, maka perkiraannya ekonomi cuma tumbuh 4,2 persen. Ini pun targetnya masih di rentang optimis, belum yang paling pesimis.
"Pertumbuhan ekonomi 2021 bisa capai 4,8 persen, tapi kalau mulai September 2021 yang 39 persen tadi, maka kira-kira 4,2 persen. Itu optimismenya, tapi masih bisa di bawah 4,2 persen itu," imbuh Suharso saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (17/3).
Kendati demikian, Suharso mengatakan pemerintah tetap mempersiapkan skenario pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen seperti target yang tertuang di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ia mengatakan target ini sebenarnya masih terbuka, asal berbagai indikator pembentuk produk domestik bruto (PDB) benar-benar sesuai sasaran.
Konsumsi rumah tangga misalnya, yang menyumbang 57 persen kontribusi ke perekonomian, harus tumbuh 4,4 persen.
Sisanya, konsumsi lembaga non-profit pendukung rumah tangga (LNPRT) 0,9 persen, konsumsi pemerintah 5,3 persen, investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 4,3 persen, ekspor 7,3 persen, termasuk impor 6,1 persen.
"Makanya, kami mau mobilisasi penduduk kembali tinggi agar konsumsi rumah tangga naik dan sumbangan ke pertumbuhan ekonomi bisa lebih dari separuhnya," jelasnya.
Selanjutnya, untuk 2022, Suharso memperkirakan ekonomi mungkin sudah bisa kembali ke kisaran 5 persen. Kendati begitu, angka ini sebenarnya masih terlalu rendah untuk Indonesia.
Sebab, pemerintah sejatinya bercita-cita untuk mengeluarkan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap) pada 2045. Tapi, kalau ekonomi cuma melaju di kisaran 5 persen, mustahil cita-cita itu tercapai.
"Pasca covid-19, pertumbuhan 5 persen tidak cukup untuk keluar dari middle income trap sebelum 2045, sehingga tidak mampu mengembalikan jumlah pengangguran yang belum meningkat drastis," terang dia.
Kalau Indonesia mau lulus dari jebakan negara berpendapatan menengah dan naik kelas ke negara maju, maka pertumbuhan ekonomi setidaknya harus 7 persen mulai 2022. Dengan demikian, pendapatan sudah lewat dari batas sekitar US$12.535 per kapita.
"Pertumbuhan ekonomi mulai 2022 harus bisa 7 persen, sehingga kita bisa bebaskan diri atau lulus dari middle income trap pada 2036. Dengan demikian, realisasi orang menganggur terjadi penurunan pada 2045 proyeksinya tinggal 7 juta orang," tutur dia.
Untuk merealisasikan itu semua, Suharso mengatakan Bappenas sudah menyusun sejumlah program prioritas nasional pada tahun ini. Salah satunya, yakni reformasi sistem perlindungan sosial.
Reformasi dilakukan dengan melakukan transformasi data menuju registrasi sosial-ekonomi, pengembangan skema perlindungan sosial adaptif, digitalisasi penyaluran, reformasi skema pembiayaan, pengembangan mekanisme distribusi, dan integrasi program.
Lalu, melakukan pembangunan di bidang kesehatan. Misalnya, program peningkatan kesehatan ibu, anak, keluarga berencana, dan kesehatan reproduksi, percepatan perbaikan gizi masyarakat, peningkatan pengendalian penyakit, pembudayaan gerakan masyarakat hidup sehat, hingga penguatan sistem kesehatan dan pengawasan obat dan makanan.
Tak ketinggalan perlu juga reformasi di bidang kesehatan. Mulai dari pendidikan dan penempatan tenaga kesehatan, penguatan puskesmas, peningkatan rumah sakit dan layanan kesehatan, kemandirian farmasi dan alat kesehatan, ketahanan kesehatan, pengendalian penyakit dan imunisasi, pembiayaan kesehatan, teknologi informasi, digitalisasi, dan pemberdayaan masyarakat.
Suharso mengungkapkan hasil evaluasi sementara dari pelaksanaan program prioritas nasional pada 2020 sampai kuartal III lalu, nilai tambah sektor riil, industrialisasi, dan kesempatan kerja cuma memenuhi 36,28 persen dari target.
"Ini terlihat dari pertumbuhan PDB industri pengolahan yang tidak tercapai, ekspor barang dan jasa, investasi, pertumbuhan PDB per tenaga kerja yang belum tercapai karena pandemi," ungkapnya.
Sementara, untuk pengembangan manusia dan pengentasan kemiskinan, Suharso mengklaim masih baik dengan pencapaian 96,19 persen dari target.
Sisanya, infrastruktur dan pemerataan wilayah 82,51 persen, ketahanan pangan, air, energi dan lingkungan hidup 81,82 persen, dan stabilitas pertahanan dan keamanan 81,52 persen.
(uli/bir)