ANALISIS

BPJS Kesehatan Satu Kelas, Beban Rumah Sakit dan Defisit

Hendra Friana | CNN Indonesia
Kamis, 18 Mar 2021 07:07 WIB
Penerapan BPJS Kesehatan satu kelas secara bertahap akan menjadi beban rumah sakit namun bisa membantu mengatasi desifit dalam jangka panjang.
Penerapan BPJS Kesehatan satu kelas secara bertahap akan menjadi beban rumah sakit namun bisa membantu mengatasi desifit dalam jangka panjang. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai masalah paling penting yang perlu diperhatikan pemerintah dalam pemberlakukan kelas standar BPJS Kesehatan adalah iuran peserta.

Menurutnya, jika kelas standar ditujukan untuk menyelesaikan persoalan defisit yang selama ini mendera BPJS Kesehatan, maka besaran subsidi untuk peserta kelas III juga harus ditingkatkan.

Jika tidak, maka kemampuan peserta kelas III untuk membayar iuran akan makin berkurang dan jumlah tunggakan meningkat. Ujung-ujungnya, kenaikan tarif peserta kelas III tak akan mampu mengkompensasi penurunan tarif peserta kelas II.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diketahui, iuran peserta mandiri kelas III saat ini sebesar Rp35 ribu per bulan (setelah disubsidi pemerintah Rp7 ribu). Sementara iuran peserta mandiri kelas I dan II masing-masing sebesar Rp150 ribu dan Rp100 ribu per bulan.

"Tidak ada perubahan yang signifikan soal defisit karena subsidinya kan tetap. Kalau 50:50, subsidi naik, tarif juga naik, otomatis ya pasti ada semacam keringanan dan kemampuan mengangsur tidak turun," tuturnya.

Di sisi lain, meski pemerintah menambah subsidi, BPJS Kesehatan juga tak bisa serta merta keluar dari jerat defisit. Menurut Tauhid, ada potensi lonjakan tagihan rumah sakit ke BPJS Kesehatan mengingat layanan kesehatan yang diberikan meningkat.

Per 31 Desember 2020, kondisi keuangan BPJS Kesehatan sendiri masih tekor Rp6,36 triliun meski pemerintah telah memberlakukan kenaikan tarif pada tahun yang sama. "Saya kira untuk jangka pendek satu tahun tidak akan selesaikan defisit. Tapi jangka panjang, 5 tahun lah, mungkin bisa," jelasnya.

Dihubungi terpisah, Anggota DJSN Muttaqien menyampaikan hingga saat ini proses persiapan kelas standar memasuki tahap analisis data, validasi, dan penetapan besaran tarif kapitasi dan tarif Indonesian-Case Based Groups (INA-CBG's).

Oleh karena itu, ia belum dapat memastikan apakah nantinya tarif akan langsung dipukul rata tanpa ada perbedaan antar kelas serta berapa besarannya. Yang jelas, kata dia, dalam hal ini DJSN bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, BPJS Kesehatan, perwakilan RS, asosiasi profesi, serta pemangku kepentingan lainnya.

"Pemerintah baru tahap di tim kecil untuk fokus penghitungan teknis kapitasi dan INA CBGS di Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) dan kelas standarnya," tuturnya.

Langkah selanjutnya adalah simulasi kelas standar di fasilitas kesehatan, simulasi dan estimasi ability to pay (ATP) atau kemampuan bayar untuk penyesuaian besaran iuran, dan finalisasi besaran iuran kelas standar.

Kemudian, dilanjutkan dengan estimasi utilisasi layanan kesehatan, penyesuaian iuran yang bertujuan mendorong keberlanjutan program JKN, mekanisme koordinasi manfaat antara penyelenggara JKN, pengaturan regulasi, dan implementasi secara bertahap.

"Masih tahap pengumpulan evidence untuk kebijakannya. Belum proses pengambilan kebijakan," pungkasnya.

(sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER