ANALISIS

Menunggu Jokowi Turun Gunung Atasi Polemik Wacana Impor Beras

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Selasa, 23 Mar 2021 07:58 WIB
Sejumlah kalangan meminta Jokowi segera turun gunung dalam menengahi perbedaan bawahannya terkait rencana impor beras.
Rencana impor beras yang akan dilakukan pemerintah dengan dalih menjaga pasokan di dalam negeri memicu polemik. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Hesti Rika).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah berencana membuka keran impor 1 juta-1,5 juta ton beras dalam waktu dekat ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berdalih itu dilakukan demi menjaga ketersediaannya di dalam negeri supaya harganya tetap terkendali.

Namun tak lama setelah wacana itu disampaikan, gelombang penolakan datang tak cuma dari petani, pengamat, akademisi, tapi juga para pejabat.

Para pejabat mulai dari Dirut Perum Bulog Budi Waseso, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, para politisi Senayan kompak berpandangan impor tak perlu dilakukan karena stok di dalam negeri cukup.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Data BPS menyampaikan Maret, April, Mei itu surplus. Itu yang kami jadikan pedoman. Sehingga saat kita rakortas (rapat koordinasi terbatas), kita tidak memutuskan impor. Hanya, kebijakan Pak Menko dan Pak Mendag, kami akhirnya dikasih penugasan tiba-tiba untuk melaksanakan impor," ujar Buwas, beberapa waktu lalu.

Meski mendapat tentangan, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tak goyah. Ia tetap pada pandangannya; impor beras perlu untuk memitigasi kekurangan cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog yang harus 1 juta ton.

Supaya tak merugikan petani, Lutfi berjanji impor tak akan dilakukan saat panen raya. Ia juga berjanji siap dicopot dari jabatannya bila ternyata kebijakan impor beras salah.

"Saya mesti memikirkan yang tidak terpikirkan, saya mesti mengambil keputusan pada keputusan yang tidak populer, saya hadapi. Kalau memang saya salah, saya siap berhenti, tidak ada masalah, tapi tugas saya memikirkan yang tidak dipikirkan oleh bapak dan ibu," ucap Lutfi.

[Gambas:Video CNN]

Ekonom Indef Nailul Huda mengatakan sudah saatnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) 'turun gunung' mengatasi perbedaan polemik impor beras itu.

Solusi ini, kata Huda, sudah harus diambil karena beda pendapat dari kedua pihak rupanya tak mampu diredam oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Padahal, penentuan impor ditentukan di rapat koordinasi terbatas tingkat menko dengan mengacu pada sumber data yang sama, yaitu data Badan Pusat Statistik (BPS).

Menurut data BPS, potensi produksi beras sebenarnya diperkirakan mencapai 14,54 juta ton pada Januari-April 2021. Jumlahnya lebih tinggi dari Januari-April 2019 dan Januari-April 2020, masing-masing 13,63 juta ton dan 11,46 juta ton.

Tapi rupanya Mendag punya sumber data lain yang menjadi pertimbangan, yaitu CBP dan potensi penyusutan karena penurunan mutu. Masalah referensi dan beda data seperti ini, menurut Huda, sudah seharusnya diselesaikan di rapat terbatas tingkat menko.

"Masalah data ini seharusnya bisa diselesaikan di tingkat Kemenko Perekonomian, tapi kayaknya Pak Airlangga tidak bisa mengatasi masalah ini. Atau bisa jadi Pak Airlangga punya kepentingan lain," ungkap Huda kepada CNNIndonesia.com, Senin (22/3).

Copot Menteri yang 'Main'

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER