Sejumlah petani garam di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur cemas dengan kebijakan pemerintah membuka keran impor 3 juta ton garam. Pasalnya, kebijakan diambil saat 8.000 ton garam hasil produksi mereka tidak terserap.
Bagi petani kengototan pemerintah impor garam akan membuat nasib mereka sengsara. Pasalnya, kebijakan itu berpotensi membuat peluang garam petani terserap semakin kecil.
Tak hanya itu, impor juga berpotensi menjatuhkan harga garam petani. Muhammad Maun (40) misalnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Pemerintah Putuskan Impor Garam 3 Juta Ton |
Petani garam di Desa Karang Anyar, Kecamatan Kalianget, Sumenep ini tak bisa menutupi kecemasannya ketika pemerintah memutuskan untuk membuka keran impor garam.
Maun mengatakan kalau kebijakan itu benar ditempuh pemerintah, berarti perhatian terhadap industri komoditi pangan, termasuk garam yang dijalankan petani kecil sepertinya masih nol.
"Saya katakan nasib petani garam terbengkalai, kenapa demikian? Kami sudah pernah demo ke pemerintah, tapi belum ada respons apa-apa," kata Maun kepada CNNIndonesia.com, Senin (22/3).
Segendang sepenarian, kecemasan sama juga membayangi wajah petani garam lainanya, Mastawan (30). Ia mengatakan kebijakan impor garam berpotensi melengkapi penderitaan petani yang selama ini sudah tercekik harga garam rakyat murah.
Ia tidak tahu lagi bagaimana harus memohon kepada pemerintah supaya kebijakan impor garam dievaluasi dan harganya diperbaiki sehingga petani sepertinya bisa punya harapan hidup sejahtera.
"Soal garam harus dievaluasi oleh pemerintah, intinya kami menuntut kesejahteraan harga. Terus terang, harga yang kami terima dari beberapa perusahaan yang ada di Jawa Timur, dan sekitarnya tidak cukup untuk kesejahteraan hidup," pintanya.
Ia mengatakan petani garam saat ini sebenarnya sudah berupaya keras untuk meningkatkan kualitas garam hasil produksi mereka. Dengan upaya itu, kualitas garam petani sudah naik.
"Dulu awalnya rakyat gak punya KW 1, sekarang sudah mempunyai garam yang premium dan setara dengan garam perusahaan," terang dia.
Tapi sayang, upaya itu belum berbuah manis. Dia menuturkan, meski kualitas naik, harga garam yang ditetapkan perusahaan, jika dihitung mulai dari produksi hingga proses pengangkatan hanya mendapatkan upah 50 ribu per ton.
"Itu pun masih dibagi hasil. Masuk ke perusahaan maksimal 10 ton, minimalnya 8 ton setengah. Seharusnya perusahaan garam itu yang diharapkan harganya bisa mensejahterakan rakyat, sekarang sudah tidak," ujarnya.
(agt)