Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengancam akan mencopot komisaris perusahaan pelat merah yang juga menjabat sebagai komisaris perusahaan swasta yang memiliki benturan kepentingan (conflict of interest).
"Komisaris tidak boleh ada benturan kepentingan. Tidak ada. Kalau salah orangnya bukan regulasi yang disalahkan, orang diganti, gitu," ucap Arya, Kamis (25/3).
Aturan terkait rangkap jabatan komisaris di perusahaan swasta ini tertuang dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-10/MBU/10/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/02/2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arya mengatakan pemerintah memiliki alasan mengizinkan komisaris perusahaan pelat merah merangkap jabatan di perusahaan swasta. Salah satunya karena pemerintah butuh orang yang memiliki kualitas bagus untuk menjadi komisaris di BUMN.
Orang yang memiliki kualitas bagus, kata Arya, biasanya bukan pengangguran. Untuk itu, Kementerian BUMN mengizinkan komisaris BUMN tetap memiliki jabatan di perusahaan swasta.
"Karena butuh orang bagus. Orang bagus bukan pengangguran. Dia ada pekerjaan di tempat lain," kata Arya.
Sebagai contoh, Agus Dermawan Wintarto Martowardojo diangkat menjadi Komisaris Utama di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk pada Februari 2020. Namun, saat itu ia juga menjabat sebagai Komisaris Utama di Tokopedia.
"Pak Agus Marto kaliber bagus. Kami butuh, BUMN butuh, bangsa butuh Pak Agus. Tapi dia pasti punya jabatan di tempat lain. Tapi kalau tidak ada hubungannya tidak apa-apa dong kami ambil," ujar Arya.
Sementara, Arya menyatakan pihaknya tak mengizinkan direksi BUMN merangkap jabatan di perusahaan lain, baik BUMN atau swasta. Hal ini seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-03/MBU/02/2015 tentang Persyaratan, Tata Cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Anggota Direksi BUMN.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo mengungkapkan temuan soal rangkap jabatan direksi atau komisaris BUMN di perusahaan swasta masih sebatas indikasi. Itu berarti, belum terbukti kebenarannya.
"Itu baru indikasi. Ini semua berasal dari laporan masyarakat," ucap Kodrat.
Berdasarkan informasi awal KPPU, rangkap jabatan itu ditemukan di berbagai sektor, mulai dari keuangan, pertambangan, hingga konstruksi. Rinciannya, ada 31 direksi atau komisaris di sektor keuangan yang melakukan rangkap jabatan, 12 direksi atau komisaris di sektor pertambangan, dan 19 direksi atau komisaris di sektor konstruksi.
Namun, ia menolak untuk membongkar identitas pihak-pihak yang melakukan rangkap jabatan. KPPU sejauh ini masih meneliti apakah perusahaan swasta itu memiliki afiliasi atau tidak dengan BUMN.
Ia meminta Kementerian BUMN untuk meninjau kembali Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-10/MBU/10/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/02/2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN.
Aturan itu berpotensi melanggar persaingan usaha yang sehat di pasar. KPPU telah mengirimkan surat kepada Kementerian BUMN untuk membahas hal tersebut.
"Kami kirim surat rekomendasi untuk advokasi, pertimbangan Permen BUMN Oktober 2020," pungkas Kodrat.