Pemerintah akan menjadikan Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat, sebagai kawasan perawatan pesawat (maintenance, repair, overhaul/MRO) alias bengkel pesawat. Nantinya, fasilitas MRO akan terbuka untuk pesawat dari instansi pemerintah, TNI dan Polri, maupun swasta.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan rencananya fasilitas MRO akan dibangun melalui kolaborasi antara TNI dan PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Aero Asia Tbk yang merupakan anak usaha dari PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Kebetulan, GMF sudah mengantongi lisensi MRO dari Amerika Serikat.
"Kami ingin MRO ini tidak saja untuk pemerintah, tapi yang akan datang, juga untuk MRO pesawat private yang selama ini perawatan di luar negeri," ungkap Budi Karya di Istana Kepresidenan, dikutip Rabu (31/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengklaim sudah ada maskapai internasional yang berminat membuka MRO di Bandara Kertajati.
"Juga saya laporkan ke Pak Presiden ada pihak penerbangan internasional di Asia yang juga berminat membuka MRO maskapainya di Kertajati," ujar Emil.
Sebelum rencana Bandara Kertajati menjadi bengkel pesawat, bandara ini sempat menyita perhatian publik. Hal ini karena Bandara Kertajati dibangun dengan nilai investasi yang tinggi, yaitu mencapai Rp2,6 triliun.
Kucuran dana ini untuk menunjang pembangunan bandara yang memiliki landasan pacu sepanjang 3.000 meter dengan kapasitas penumpang mencapai 29 juta orang. Dari segi luasan, Bandara Kertajati menjadi bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara Internasional Soekarno Hatta.
Untuk mempercepat pembangunan bandara, pemerintah bahkan memasukkan Bandara Kertajati sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). Pembangunan dikebut dalam dua tahun.
Sayangnya, begitu bandara selesai, kondisinya justru sepi. Pada Januari-September 2020 misalnya, jumlah penumpang cuma 42.400 orang atau turun 82 persen dari 243.756 orang pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Realisasinya jauh panggang dari api dengan target penumpang sekitar 2,7 juta orang saat sudah beroperasi. Jumlahnya juga tidak sebanding dengan bandara-bandara lain.
Misalnya, Bandara Kualanamu di Medan, jumlah penumpangnya mencapai 977,2 ribu orang pada Januari-September 2020. Apalagi, dengan Bandara Soekarno Hatta yang mencapai 6,25 juta orang pada periode yang sama saat pandemi juga.
Emil, sapaan akrab Ridwal Kamil, mengakui bahwa Bandara Kertajati memang belum optimal dari sisi operasional. Ia berkilah hal ini terjadi karena infrastruktur penunjang menuju bandara masih belum sepenuhnya rampung.
Salah satunya karena Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan atau Tol Cisumdawu sepanjang 62,60 kilometer (km) belum jadi. Padahal, tol itu punya peranan penting dalam menghubungkan Bandara Kertajati dengan kota-kota besar di Jawa Barat.
"Bandara Kertajati ini belum berfungsi optimal karena Tol Cisumdawu belum selesai. Tapi, tadi disampaikan Menteri PUPR bahwa Desember 2021 akan terhubung," kata Emil.
Alasan ini boleh jadi yang membuat pemerintah kemudian mengutak-atik perencanaan pengembangan bandara ke depan. Salah satunya dengan menjadikan Bandara Kertajati sebagai bengkel pesawat.
Tak cuma itu, pemerintah juga berencana menjadikan bandara ini sebagai pusat keberangkatan haji dan umrah ke Arab Saudi. Khususnya, bagi calon jemaah haji dan umrah di sekitar Jawa Barat dan Jawa Tengah.
(uli/agt)