ATR Soal Tuduhan Pelanggaran HAM Mandalika: Masyarakat Happy
Staf Khusus dan Jubir Kementerian ATR/BPN Teuku Taufiqulhadi mengaku heran dengan kekhawatiran pelapor khusus PBB Olivier De Schutter atas kemungkinan pelanggaran HAM di proyek pariwisata Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dalam laporannya, Olivier menuding telah terjadi praktik perampasan tanah dan penggusuran dalam pembangunan proyek pariwisata Mandalika. Taufiqulhadi mengatakan pandangan tersebut sangat tendensius dan tidak berdasar.
"Jika ada (perampasan tanah dan penggusuran) tentu saja sudah terjadi gejolak di sana. Masyarakat akan protes beramai-ramai. Tapi dalam kenyataannya, masyarakat pemilik tanah di sana happy-happy saja," klaimnya saat dihubungi CNNIndonesia.com Selasa (6/4).
Taufiqulhadi menyebut sebelum Olivier menyampaikan laporannya, Komnas HAM telah datang ke lokasi proyek Mandalika guna memantau jalannya proses pembebasan lahan.
Dalam proses tersebut, kata dia, tak pernah Komnas HAM menyatakan ada pelanggaran HAM dalam pembebasan lahan proyek. Sebaliknya proses pembebasan tanah berlangsung adil dan transparan.
"Baiknya pelapor khusus PBB ini menemui dan mendapatkan informasi awal dari Komnas HAM terlebih dahulu agar tidak salah informasi," imbuhnya.
Ia juga mengatakan proses pembebasan tanah untuk proyek Mandalika telah dilakukan melalui mediasi publik dengan menghadirkan tim penilai independen. Berdasarkan pendapat tim penilai ini lah kemudian proses pembebasan tanah berlangsung.
Terakhir, berdasarkan laporan yang ia terima, 29 kepala keluarga (KK) telah menyetujui pembebasan lahan.
"Empat di antaranya belum selesai. Itu karena ada sengketa waris. Tapi empat orang ini setuju menitip uang ganti rugi di pengadilan (konsinyasi). Mereka akan menyelesaikan sengketa ini secara internal," jelasnya.
Kemudian, di penentuan lokasi 1, memang ada 3 orang yang belum setuju dengan ganti rugi yang diberikan. Tapi, Taufiquhadi mengklaim, para pihak tersebut telah setuju tanahnya digunakan untuk proyek Mandalika.
"Soal belum sepakat itu, mereka akan membawanya ke pengadilan. Jadi saya melihat pendapat pelapor khusus PBB itu sangat bernuansa politis," tandasnya.
(hrf/agt)