Gubernur Bali I Wayan Koster mengutarakan curahan hati alias curhat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengenai buruknya perekonomian pulau dewata di tengah tekanan krisis ekonomi akibat pandemi virus corona.
"Ini yang paling buruk dalam sejarah, terbesar dampaknya bagi Bali dan para pelaku usaha pariwisata dan pendukungnya," ucap Koster dalam acara Sarasehan Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional, Jumat (9/4).
Koster mengatakan buruknya ekonomi Bali saat ini terjadi karena provinsi itu memang menjadikan pariwisata sebagai tulang punggung perekonomian. Sementara pandemi covid-19 mau tidak mau membuat mobilitas masyarakat harus terhenti agar tidak terjadi penyebaran virus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini turut menghentikan aktivitas pelesiran dari wisatawan domestik maupun mancanegara ke Bali. Hasilnya, kunjungan wisatawan 'terjun payung' begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi Bali dengan kontraksi sampai 12 persen pada kuartal II 2020.
"Maka dari itu, pemerintah dan DPR akan bijak kalau ada keberpihakan lebih spesifik ke Bali, jadi kebijakan tidak overall sama ke publik, ada kebijakan yang spesial untuk Bali karena kalau normal, kontribusi Bali itu spesifik (ke ekonomi nasional). Jadi, jangan sampai kalau habis manis sepah dibuang," tuturnya.
Koster juga meminta Wimboh agar mengubah kebijakan penilaian dan kolektabilitas bagi nasabah di Bali dari tiga pilar menjadi satu pilar. Ia ingin pilar kondisi keuangan dan prospek usaha tak lagi diperhitungkan.
"Aspirasi dari wisata Bali jangan menerapkan tiga pilar karena susah dan tidak sama dengan keadaan normal. Kalau bisa satu pilar, yaitu ketepatan membayar, karena kondisi perusahaan pasti tidak masuk, bangkrut semua, prospek juga tidak bisa," katanya.
Terkait hal ini, Sri Mulyani mengatakan pemerintah sejatinya sudah berusaha memberi berbagai kebijakan, di mana pemberian stimulus tidak hanya berdasarkan sektor yang terdampak atau tidak, tapi juga berbasisnya wilayah dan akses kreditnya.
"Policy-nya sudah banyak kami ubah dan sekarang saya lempar ke yang harus mengeksekusinya yaitu perbankan," ujar Ani, sapaan akrabnya.
Sementara Wimboh mengatakan sebenarnya OJK sudah menghilangkan dua pilar dalam penilaian kolektabilitas. Kini, hanya ada satu pilar penilaian, yaitu ketepatan membayar saja.
"Bahkan kalau mereka dalam konteks restrukturisasi karena covid-19, tidak ada pilar-pilar, langsung lancar, sudah tidak perlu pilar-pilar, sudah langsung lancar. Ini sudah clear sampai kita keluarkan surat edaran 28 Maret 2021 untuk mempertegas. Ini tinggal note dari Jakarta kepada seluruh kantor cabangnya," pungkas Wimboh.